Pancasila dan Aktualisasi Moral Kebangsaan Indonesia
Oleh : Teuku
Muhammad Jafar Sulaiman
Indonesia adalah anugerah terbesar, seikat
mukjizat dan sebuah keajaiban yang hadir dari sekian banyak kepingan
keberagaman yang menyatu membentuk mozaik besar. Indonesia adalah sebuah
keluarga yang dipersatukan oleh persaudaraan kasih sayang luhur. Keluarga besar
ini kemudian berumahkan pancasila sebagai tempat berteduh dan sebagai landasan
moral kebangsaan.
Saat ini, banyak anak-anak bangsa yang masih
menjadi korban intoleransi, yang terusir dari rumahnya sendiri, yang dipaksa
pergi dari rumah ibadahnya sendiri, dari gerejanya sendiri, dari masjidnya
sendiri, yang masih beribadah dibawah tenda-tenda darurat, yang masih
didiskriminasi di tanah kelahirannya sendiri, yang dipersekusi di tanah
bangsanya sendiri dan yang dihalangi untuk berjumpa dengan Tuhan yang
dipercayainya di tanah leluhurnya sendiri. Sebagai sebuah bangsa yang harus
berani melawan segala teror, juga masih banyak anak-anak bangsa yang dengan
berani mengulurkan tangannya untuk saling membantu sesama saudara,
menyelamatkan sesama saudaranya dari upaya adu domba yang ingin menyeret konfik
horizontal sesama anak bangsa seperti yang dilakukan di Wamena.
Sumber : Google |
Indonesia bukanlah sebuah bangsa yang lahir
untuk menjadi milik mayoritas, tetapi sebuah bangsa yang hadir untuk menjadi
milik bersama. Ketika kita sebuah keluarga besar, maka yang sejati kita
perbesar adalah kasih sayang di antara sesama kita, memperkecil kebencian dan
menghilangkan segala bentuk diskriminasi, baik dari hati, pikiran dan tindakan
kita. Jutaan
mil laut dari pulau ke pulau tidak akan pernah memisahkan kita. Ratusan bahasa
tidak akan pernah menjauhkan kita, berbagai agama, keyakinan dan kepercayaan tidak
akan pernah menyekat kita, ketika, sesama anak bangsa masih bersaudara dalam
kemanusiaan dan berkasih sayang dalam perbedaan.
Kepada para penyelenggara negara atau siapapun,
saya ingin berpesan, bahwa semua anak bangsa minoritas yang saat ini terusir
dan teraniaya karena agama dan keyakinan yang dianutnya, itu semua terjadi
karena negara -dengan segala relasi kekuasannya – telah memberi ruang yang
begitu besar dan terhormat pada gerakan-gerakan radikal yang selalu membajak
agama, menebar kebohongan dan teror ketakutan di ruang-ruang publik kebangsaan
kita dengan keimanan hitam putih yang menutup pintu bagi ruang perjumpaan dan
ruang pertemuan antar keberagaman.
Moralitas Kebangsaan
Ketuhanan Yang Maha Esa adalah Ketuhanan yang
berkebudayaan. Apapun agama, aliran kepercayaan dan keyakinan yang hidup,
tumbuh di Indonesia, apalagi yang bersumber langsung dari keluhuran nilai budi
Indonesia maka wajib dilindungi dan difasilitasi oleh negara. Semua itu harus
dipastikan oleh negara untuk diperlakukan secara setara. Dalam hal ini,
agama-agama nusantara, aliran dan kepercayaan Nusantara: Sunda Wiwitan, Sapto Darmo,
Marapu, Samin, Ugamo Bangsa Batak, Parmalim, Amatoa, adalah keluhuran nusantara
yang harus tetap ada sebagaimana adanya.
Ketika Pancasila adalah rumah bersama kita, maka mengembalikan mereka ke rumah mereka sendiri adalah Ketuhanan yang berkebudayaan. Masa depan Indonesia ada pada spiritualitas Pancasila yang humanis. Sedangkan gerakan radikalisme, gerakan takfiri dan terorisme adalah gerakan ahumanis. Gerakan-gerakan ini adalah batu sandungan bagi masa depan Indonesia.
Ketika Pancasila adalah rumah bersama kita, maka mengembalikan mereka ke rumah mereka sendiri adalah Ketuhanan yang berkebudayaan. Masa depan Indonesia ada pada spiritualitas Pancasila yang humanis. Sedangkan gerakan radikalisme, gerakan takfiri dan terorisme adalah gerakan ahumanis. Gerakan-gerakan ini adalah batu sandungan bagi masa depan Indonesia.
Ketika siapapun dan di manapun, atas nama
demokrasi memberi ruang dan memfasiitasi penyebaran kebencian – apalagi
berdalih agama – maka sampai kiamatpun kita akan terus larut dan tenggelam
dalam “warisan kekerasan dan diskriminasi”. Yang akan terus diwarisi
oleh para pembenci bergenerasi-generasi tanpa pernah bisa berhenti.
Terorisme adalah aib bagi masa depan kebangsaan
kita. Maka memberi ruang – secara terhormat dan menganggap biasa saja – pada
penyebutan kata-kata “kafir”, “sesat”, “bunuh” antar sesama manusia diruang-ruang
publik adalah media pemekaran dan otonomi khusus bagi gerakan terorisme. Terorisme
itu hadir dari hati dan pikiran yang membenci, bukan dari segala kesulitan
ekonomi. Hati dan pikiran yang membenci semakin mendapatkan panggung
penghargaan.
Hanya pada dua hal sederhana di atas, ketika
arena tersebut selalu disediakan negara atau siapapun, maka, kapan rantai
kekerasan, diskriminasi dan perkusi akan terputus ?., maka lawanlah lingkaran itu dengan
spirit pancasila sebagai aktualisasi moral kebangsaan, yang selalu di
bicarakan, selalu di dialogkan, selalu di ceritakan , bukan dengan indoktrinasi.
Ketika kita hidup di alam demokrasi, maka sama halnya dengan
pancasila, demokrasi bukan turun dari langit
untuk melegitimasi kebebasan membenci antar manusia, tetapi kebebasan menjaga
kebaikan antar manusia, demikian halnya pancasila, dia tergali dari nilai-nila
luhur yang mengalami fase pembuahan, perumusan dan pengesahan dan kini harus
diceritakan berulang-ulang tetapi tidak sebagai legitimasi kekuasaan tetapi
sebagai moralitas kekuasaan yang aktualisasinya ada pada bagaimana
memperlakukan anak-anak Bangsa secara adil dan bermartabat.
Kedepan, akan ada lagi pilkada serentak di beberapa
daerah di Indonesia, dalam pilkada serentak, maka lawanlah segala politisasi
idenittas dan politisasi agama dengan menceritakan pancasila sebagai
aktualissasi moral kebagsaan yang tidak pernah mengizinkan politisasi agama dan
politisasi identitas. Dan, yang paling sederhana adalah hiduplah dengan kasih saying,
tidak memberi ruang apapun bagi pengajaran kebencian antar manusia, sekalipun
mengatasnamakan agama dan atau untuk membela agama.
Mari terus teguhkan Pancasila sebagai rumah
bersama kita, rumah persudaraaan perbedaan dalam ragam perbedaan. Tempat kita
berteduh dari segala hujan kebencian, tempat kita berteduh dari terjangan badai
permusuhan. Pancasila adalah rumah bagi siapapun anak bangsa yang hati, jiwa,
pikiran dan tindakannya mencintai Indonesia dengan ikhlas, tulus dan teguh,
karena pancasila adalah moralitas kebangsaan Indonesia.
Kita Pancasila, Kita Indonesia, Kita Setara.