TENTANG KUE
Oleh : Teuku Muhammad Jafar Sulaiman, MA
Ketika kue hadir, tulisan sedikit
terhenti dan layar lansung membiru. Namun, kue tidak menghalangi seperti negara
yang kadang menghalangi pikiran, dia hanya menghentikan sementara saja. Kue ini
juga tidak membelah, karena kue ini untuk tulisan. Ketika bagi yang sedang
menulis berprinsip “Nulla dies Sine Linea”, “ tiada hari tanpa baris-baris tulisan”,
maka selama itu kue-kue itu selalu hadir
menemani, terkadang memang dalam kesendirian, juga dalam keramaian. Seperti ucapan
cinta Martin Heidegger kepada Hannah Arendth, Heidegger berkata kepada Arenth “bahwa
menulis adalah pekerjaan sepi, adakalanya mereka banyak menyendiri dan
adakalanya perlu dan ingin ditemani.
Kue untuk tulisan itu tidak
membelah, karena dia tunggal, menjalar menjadi nutrisi bagi otak kesadaran yang
kemudian mengeluarkan kalimat dari ujung-ujung jari. Namun yang tertinggi dari
itu semua adalah wahyu, dan kue hanya menemani kehebatan wahyu yang hadir
ketika menulis.
Kue yang membelah adalah kue
kekuasaan, ketika pembagiannya tidak sesuai. Namun dia juga menyatukan, ketika
pembagiannya dianggap sesuai. Kue kekuasaan yang membelah itu ribut, gaduh karena
mereka bicara dengan mulut. Model ini
sangat menjengkelkan kita dan sangat bermasalah bagi pertumbuhan dan kemajuan
kemanusiaan kita, anak-anak bangsa lansung meningkat angka stuntingnya ketika
di televisi hanya di isi dengan bagi-bagi kursi. Kue kekuasaan yang
pembagiannya pas, itu akan teduh, damai, diam dan tidak gaduh, karena ketika
itu mereka tidak berbicara dengan mulut, tetapi dengan kertas dan angka-angka
dan model ini juga sangat berbahaya bagi kemanusiaan kita, karena itu adalah
sandiwara, namun kepada kita itu dijadikan fakta.
Kue di meja kopi, juga berbeda
dengan kue di meja-meja rapat pengambilan keputusan. Kue dimeja kopi adalah kue
yang menemani rencana-rencana, sedang kue dimeja rapat untuk menemani eksekusi
demi eksekusi. Kue boleh sama, tetapi berbeda ketika dia menemani siapa.
Kue bagi manusia-manusia yang
saling jatuh cinta akan jarang tersentuh, dia kadang hanya jadi sebagai
pajangan saja, karena disini, kue itu bukan untuk menemani, tetapi hanya
menghiasi segala kegombalan bahkan kemabukan manusia-manusia yang ditakdirkan
berpasangan ini.
Kue juga sering menemani disetiap
kematian dan kegembiraan juga pesta. Namun, kue tidak pernah bersedih disetiap
kematian dan juga tidak pernah bergembira di setiap pesta. Hanya manusia yang
sedih di setiap kematian dan bergembira disetiap pesta.
Namun, kue yang selalu dalam
kegembiraan dan tiada tara bandingannya adalah kue yang diberikan oleh Tuhan
dan dinikmati bersama Tuhan. Karena kue disini bukanlah kue untuk menemani, bukan
kue untuk menghiasi, tetapi kue untuk mencintai. Cinta yang besar dari Tuhan
itu dipindahkan kepada kue dan ketika kue itu dinikmati maka cinta itu mengalir
keseluruh pembuluh darah sehingga ketika itu tidak ada lagi segala kematian,
tetapi hanya keabadian.