Manusia Beragama, karena Takut atau Percaya ?
Oleh : Teuku Muhammad Jafar Sulaiman, MA
Agama
dalam sejarah kehadirannya adalah perang, perang terhadap segala kejahatan. Membunuh
manusia, menghina manusia, merendahkan manusia, mendiskriminasi manusia, memiskinkan
manusia dan merusak alam adalah kejahatan. Agama hadir untuk memerangi itu
semua dengan kekuatan cinta dan kasih sayang. Spirit agama adalah perlawanan
terhadap segala kejahatan, namun memakai agama untuk membunuh manusia, menghina
manusia dan merendahkan manusia adalah kejahatan yang sebenarnya karena telah
mengalih fungsikan agama dari melindungi manusia kepada pemusnahan manusia.
Sumber : Google |
Islam
rahmatan lil’alamin adalah spirit untuk menjawab persoalan-persoalan diatas. Tetapi
jawabannya ada pada manusia yang tahu hakikat, tahu adab dan punya pengetahuan,
karena fondasi Islam rahmatan lil’alamin ada pada tiga hal penting ini yaitu
hakikat, adab dan pengetahuan. Hakikat adalah tahu apa yang sebenarnya, adab adalah
tahu bagaimana berakhlak yang sebenarnya dan pengetahuan adalah tahu bagaimana
mengetahui yang sebenarnya.
Dalam
konteks post-truth dan era disrupsi, yang diperlukan sebagai manusia yang
memilih beragama adalah sikap terbuka dalam beragama, yaitu terbuka dalam
melihat segala perbedaan sebagai manusia yang beragama maupun tidak beragama,
dan ini melampaui dari keterbukaan untuk
membangun landasan dialog antar agama, dialog antar agama serumpun. Agama yan
gdimaksud disini bukanlah agama mainstream dalam makna agama yang diakui
negara, tetapi agama yang hidup dalam masyarakat.
Sikap
paling penting lainnya adalah saling percaya. Dimana ditemukan sebuah
kesimpulan bahwa masalah sesungguhnya yang menyebabkan perselisihan antar
banyak manusia adalah karena saling tidak percaya. Saling tidak percaya ini
semakin menyeret manusia kepada berbagai tindakan mengelabui manusia untuk
percaya dan salah satu yang paling mudah mengelabinya adalah memakai agama. Ini
sama halnya dengan manusia yang patuh ketika dia memilih beragama, apakah dia
patuh karena takut atau patuh karena percaya ?, sehingga ketika dia melakukan
semua peintah-perintah agama karena cinta, maka dia akan dengan suka rela menjalaninya
karena dia mengenal sosok suci yang memang dia tahu punya kapasitas dan
otoritas menjamin semua pelaksanaan ibadahnya tersebut dan sebagai tumpuan
hidupnya. Sedangkan bagi yang tidak pernah mengenal dan tahu sosok suci seperti
ini, maka dia kan menjalani semua perintah agama dengan keterpaksaan dan karena
takut, sejatinya dia tidak pernah percaya, karean dia tidak menemukan sosok
suci sebagaimana dimaksud, tetapi hanya menemukan sosok yang dianggap suci
saja.