Selamat Jalan Ayah ; Tentang Sebuah Filsafat Kematian


Oleh : Teuku Muhammad Jafar, MA

Seandainya manusia abadi, maka agama tidak akan ada. Tetapi karena manusia tidak abadi, maka agama hadir dan mengabarkan bahwa manusia akan mati dan harus mempersiapkan segala bekalnya jika tidak ingin kekal dineraka. Dengan mati, manusia dibuat takut, sehingga dia bisa didoktrin untuk memilih mati sebagai jihadis (mati syahid), padahal dia sama sekali tidak pernah menyaksikan apapun tentang Tuhan, melainkan hanya menyaksikan bayang imajiner saja, sesuatu yang tidak pasti (spekulatif) bahkan tentang surga sekalipun, akhirnya dia mati sia-sia, mati karena di doktrin, bukan mati karena diinginkan Tuhan.
Source : Google
Bagaimanakah keabadian dalam makna kematian ?, ketika ruh adalah keabadian, maka dia tidak pernah mati, dia hanya menempati jasad (tubuh) dan akan kembali ketika semua telah selesai, tetapi kemanakah kembalinya ruh itu ?, tidak semua ruh kembali ke Tuhan, yang dipanggil hanyalaha "jiwa-jiwa yang tenang", jiwa-jiwa yang tenang adalah jiwa-jiwa yang makrifat, jiwa yang telah mengenal Tuhan didunia, karena yang akan dijumpai diakhirat adalah juga Tuhan yang sama. Hegel bahkan menyatakan bahwa akal adalah ruh semesta, dan alam ini adalah perjalanan ruh yang terus menuju kekesempurnaan, perjalanan ruh itu ditempuh melalui perjalanan sejarah, mulai dari sejarah kuno, sejarah reflektif dan sejarah filosofis, dari sejarah filosofis terus menuju ke rasio, karena rasio adalah ruh yang sempurna.

Pada level biasa, maut selalu mengintip manusia dan selalu mengikuti manusia, tanpa diundangpun dia akan selalu mengintai, apalagi jika diundang. Seorang anak manusia yang ngebut dan ugal-ugalan dijalanan diatas kecepatan normal, maka dia telah mengundang maut untuk datang. Namun pada level tertentu, maut tidak pernah berani mengintip, mengintai ataupun mengikuti, dia hanya menunggu dan datang hanya ketika diundang, pada tahap ini, kematian adalah persoalan negosiasi. Sayyidina Ali pernah berkata "Aku tidak tahu lagi, apakah aku yang menjemput kematian atau kematian yang menjemput aku,". Karena itu, pilihannya adalah ketika didunia, pastikanlah semuanya terlebih dahulu, pastikan akan mendapatkan surga diakhirat nanti, baru kemudian berangkat dengan tenang, jangan berspekulasi, karena mati itu "one way" , bukan "Pulang Pergi (PP)", tidak akan pernah bisa kembali supaya jangan sampai menyesal dikemudian hari.

Manusia juga jangan terlalu bangga ketika berkata bahwa "kematian memisahkan hidup kita didunia saja, namun kekal abadi diakhirat", dunia mana yang dimaksud ?, apakah dunia yang kita jalani ini adalah dunia yang sebenarnya, dunia yang real, mengapa begitu yakin ?, jangan - jangan kita yang hidup sekarang, hanyalah mimpi dari kita yang sebenarnya yang sedang tidur disana dan kematian mengembalikan kita kepada diri kita sebenarnya yang sedang tidur disana, lalu kematian menyebabkan kita kembali kediri kita yang sebenarnya, lalu diri kita yang sebenarnya itu bangun dan hidup kekal.

Bagi kebanyakan manusia, hidup dan mati adalah misteri, dia tidak bisa memilih cara dan tempat untuk mati, karena hidup adalah perjalanan, bukan pilihan. Sebagian manusia tidak akan pernah tahu dimana dia akan meninggal dan dimana jasadnya dimakamkan. Ketika dia lahir dan besar di kota A, namun ketika dikebumikan, dia akan berada di kota D, tidak ditempat kelahirannya, mati bukanlah cara memilih untuk mati dan cara memilih tempat untuk disemayamkan, karena manusia adalah "ada yang menuju kematian".

Bagi Martin Heidegger, kematian adalah tujuan manusia, tetapi kematian disini bukanlah kematian biasa, tetapi kematian yang bermartabat (Sein Zum Tod). Kematian bermatabat (Sein zum Tod), yang dimaksudkan Heidegger disini bukanlah sembarang kematian, tetapi mati yang bermartabat (würdevoller Tod). Artinya, kematian sebagai pengorbanan untuk orang lain. Mati demi orang lain. Bagi Heidegger, tak ada yang lebih sempurna dari ini. Dalam konstruksi pemikiran Heidegger ini, kita bisa pahami, bahwa konstruksi kematian yang dibangun Heidegger adalah demi Nazi, mati demi Nazi dan mati demi Nazi adalah mati yang terhormat, bahwa menjadi Nazi adalah menjadi manusia yang siap menuju kematian. Kematian ini adalah bukan kematian dalam agama, tetapi kematian yang di konstruksikan oleh Filsafat.

Kematian tidak pernah menghentikan waktu dan tidak pernah menghentikan hidup, tetapi hanya memutus sementara kebersamaan untuk hidup. Kematian juga tidak merenggut apapun bagi yang hidup, karena itu hanya persoalan fisik dan ruh. Kematian juga bukan tentang cara memilih untuk mati atau cara memilih tempat untuk mati, juga bukan perkara muda dan renta, sehat atau sakit, tetapi perkara bahwa manusia adalah "ada menuju kematian".

Selamat Jalan Ayah

Seorang Ayah adalah "amorfati", yang memikul beban yang sangat berat, sekalipun tidak sanggup dipikulnya, tetapi tetap harus dipikul karena Cinta dan tanggung jawab. Menjadi seorang ayah adalah menjalani hidup tidak lagi untuk dirinya lagi, melainkan hidup untuk anak-anaknya. Dalam 80 tahun usiamu, engkau telah menjalani hidup untuk anak-anakmu dan itu tidak mungkin bisa tergantikan dengan apapun, sekalipun hidup bisa diulang sekali lagi.

Saat ini, usai sudah kebersamaan kita didunia yang harus terus dijalani ini, namun tidak pernah usai pada kenangan dan ingatan. Ingatan tentangmu adalah cinta, keteguhan dan pengetahuan. Dan kenangan tentangmu adalah laut, kebun dan segala perjalanan, mulai dari aku belum mengenal dunia sampai aku tidak tahu lagi apa itu dunia. Ketika terakhir kali aku memegang tanganmu sebelum engkau pergi, aku kembali mengingat tangan yang dulu perkasa dan sekarang melemah adalah tangan yang pertama sekali menyentuhku ketika aku lahir dan tangan yang terakhir sekali menyentuhku sebelum engkau pergi.

Aku ingat, suatu hari, saat itu hanya kita berdua, dengan buku bacaan ditanganmu, didepan jendela dan memandang matahari, engkau berkata kepadaku :"hidup itu bukanlah apa yang didapat, tetapi apa yang dicari, carilah terus apapun, mencari kebenaran, mencari hikmah, sampai bertemu, sehingga tidak perlu mencari lagi, ketika sampai disitu maka itulah yang hakiki dari apa yang didapat, setelah itu kamu akan mendapatkan apapun" , dan kini, atas segal doamu, aku telah menemukan apa yang telah engkau inginkan itu Ayah.

Ayah, Kematian tidak pernah memisahkan, tetapi menyatukan, menyatukan antara yang hidup, dan menyatukan semua bangunan kenangan yang tercerai berai dsn menyatu dipusaramu. Memang setelah semua selesai, maka semua akan sunyi, sepi, dan kembali berpisah, begitulah hidup, ada yang datang dan ada yang pergi, namun, yang selalu datang dan tidak pernah pergi adalah segala kenangan tentangmu.

Selamat jalan Ayah, damailah disana, aku akan memangilmu ketika aku rindu dan kita bercerita tentang cengkeh yang telah berbunga dan tentang hikmah yang tidak pernah usai.


Selamat jalan Ayah, nanti kita bertemu disana..

Lampreh, Montasik, 25 Desember 2019 : 07: 51


Next Post Previous Post
No Comment
Add Comment
comment url

Baca Juga Tulisan Lainnya :