Berjumpa Allah Ketika Lapar

Teuku Muhammad Jafar Sulaiman, MA

Manusia tidak hanya hidup dari kekenyangan, tetapi juga hidup dari kelaparan, dan manusia tidak hanya mati karena kelaparan, tetapi juga mati karena kekenyangan. Lapar punya dimensi spiritual dan dimensi pencerahan yang tinggi. Dimensi spiritual adalah sebuah dimensi yang juga supra rasional, kadang diluar akal pikiran namun terjadi dengan sebuah proses yang sangat rasional, kondisi seperti ini hanya bisa ditangkap dengan metode “musyahadah”, kontemplasi ke Tuhanan, dan salah satu kontemplasi ke Tuhanan itu adalah lapar.

Lapar mempertajam kecerdasan, meningkatkan pikiran dan bagus bagi kesehatan. Rasulullah SAW bersabda : “buatlah perut-perutmu lapar dan hati-hatimu haus dan badan-badanmu telanjang, mudah-mudahan hati kalian bisa melihat Allah”.
Meskipun lapar adalah sebuah penderitaan bagi badan, namun ia menyinari hati, membersihkan jiwa dan mengantarkan ruh kepada Tuhan.

Sumber Foto : VOA Islam 
Orang yang membina alam ruhaninya melalui lapar dan bertujuan mengabdikan diri sepenuhnya kepada Tuhan dan melepaskan dirinya dari ikatan-ikatan nafsu dunia, derajatnya tidak sama dengan orang yang membina badannya dengan cara makan sekenyang-kenyangnya dan menghamba kepada hawa nafsunya. Seorang Arif berkata : “orang – orang pada zaman dulu makan untuk hidup, tetapi engkau hidup hanya untuk makan. Ingatlah, karena secuil makanan, Adam jatuh dari surga dan dibuang jauh dari kedekatan kepada Allah”.
Derajat terendah dalam puasa adalah menahan lapar. Lapar yang terpaksa bukanlah lapar yang sebenarnya, hanya dimensi kepura-puraan, karena dia hanya bertujuan untuk makan ketika nanti tiba waktunya, bukan bertujuan mempersembahkan puasanya kepada Tuhan.  Puasa sejatinya bukanlah menahan lapar dan dahaga tetapi belajar mengambil sifat - sifat Tuhan yaitu tidak makan, tidak minum. Puasa sejatinya adalah mahar manusia kepada Tuhan, ketika dia melamar kasih sayang Tuhan, maka dia mempersembahkan puasa sebagai maharnya dan ini didasari pada pertemuan kekasih dengan kekasih, bukan pertemuan antara kekasih dengan orang yang sama sekali tidak dikenal. 
Rasulullah SAW bersabda : " yang paling disenaggi dari orang yang berpuasa adalah berjumpa Tuhannya nya lalu dia berbuka". Ketika manusia berbuka, dan manusia itu tidak punya penglihatan akan Tuhan, tidak pernah melihat Tuhan, maka manusia tidak tahu kemana akan mempersembahkan puasa itu, jika dia mengatakan mempersembahkan kepada Tuhan, tetapi dia tidak pernah berjumpa Tuhan, maka itu adalah absurd, kamuflase dan hayalan. Karena tobat sejati manusia bukanlah tobat dari yang salah kepada yang benar, atau dari yang benar kepada yang lebih benar, tetapi tobat dari ke dirian manusia ke Ketuhanan, artinya, menanggalkan semua ke aku an manusia, mencampakkan semua ke dirian manusia sehingga yang ada semuanya hanyalah unsur keTuhanan.
Faedah lapar adalah orang yang berpantang dari makan, bukan orang yang dicegah dari makan.  Seorang pemula hanya akan tidur bila dia dikuasai rasa kantuk, dan hanya berbicara bila dia harus berbicara dan hanya makan bia dia benar-benar lapar. Rasa lapar selain daripada menuju kepada Tuhan adalah kesia-siaan. Bagi seorang sufi, rasa lapar hanyalah membantu menjaganya untuk tetap hidup dan semua rasa lapar diluar itu adalah naluri alamiah dan kesia-siaan.
Ketahuilah bahwa semua pembuluh darah yang ada di dalam tubuh ahli makrifat adalah bukti-bukti rahasia ilahi dan kalbu-kalbu mereka ditempati oleh penglihatan-penglihatan Tuhan yang maha tinggi. Kalbu-kalbu mereka adalah pintu – pintu yang terbuka dalam dada-dada mereka dan pada pintu inilah berada akal dan hawa nafsu. Akal didukung oleh ruh, dan hawa nafus oleh jiwa rendah. Semakin indera-indera alamiah dimanjakan dengan makanan, maka bertambah kuatlah jiwa rendah dan semakin hawa nafsu menguasai anggota-anggota tubuh.
Tetapi bila makanan dicegah dari jiwa rendah, dia lemah dan akal mendapatkan kekuatan, dan misteri-misteri serta bukti-bukti Ilahi menjadi lebih tampak, sehingga, jiwa rendah tidak mampu bekerja lagi dan hawa nafsu lenyap, setiap keinginan yang sia-sia akan terhapus dalam manifestasi kebenaran, dan para pencari Tuhan tercapai seluruh keinginannya. Seorang Sufi berkata : “ketaatanku dan ketidaktaatanku tergantung pada dua potong roti, bila kumakan, aku menjumpai di dalam diriku bahan dari setiap dosa, tetapi bilama aku mencegah dan tidak memakannya, aku menjumpai di dalam diriku cahaya Tuhan yang menuntunku kepadaNYa”.
Buah dari lapar adalah kontemplasi tentang Tuhan (musyahadat), sedangkan jalan perintisnya adalah penundukan hawa nafsu (mujahadat). lapar yang dipandu dengan musyahadat lebih baik daripada lapar yang hanya dipandu dengan mujahadat,  karena musyahadat adalah medan perang manusia sejati, sedangkan mujahadat adalah hanya tempat bermain anak-anak.  




Next Post Previous Post
No Comment
Add Comment
comment url

Baca Juga Tulisan Lainnya :