Manusia dan Seni Memahami

Oleh : Teuku Muhammad Jafar Sulaiman, MA

Memahami adalah proses yang sangat manusiawi. Memahami berbeda dari mengetahui, seseorang yang baru sampai mengetahui belum sampai ketahap memahami. Target dari seni memahai adalah literalisme, yaitu cara baca atas teks berdasarkan makna harfiahnya yang terdapat di berbagai bidang sepeti hukum, kesusasteraan, jurnalisme, politik. Yang paling menantang dari hermeneutik adalah sebuah literalisme dalam membaca teks-teks otoritatif seperti kitab suci dan perundang-undangan, karena pemahaman makna literal atas teks-teks itu di kontrol oleh otoritas sekaligus dipakai untuk membenarkan otoritas itu, sehingga dapat ikut mendorong praktik-praktik fundamentalistis, radikalistis dan ekstrimis dalam agama maupun mendasari kebijakan-kebijakan otoriter anti demokratis dalam politik.

Seni memahami adalah istilah yang sudah menjai klasik untuk dunia hermeneutika modern. Filsafat menyelami masalah ini dalam apa yang disebut hermeneutik. Dalam filsafat Barat, hermentik secara sistematis di wakili oleh delapan orang nabinya, delapan pemikir utamanya yaitu, Schleimacher, Dilthey, Heidegger, Bultman, Gadamer, Habermas, Ricoeur dan Derrida.

Masing-masing pemikir ini punya pendekatan dan metode yang berbeda dalam mendedah seni memahami ini, yaitu :
1.   Friedrich Daniel Ernst Schleiermacher (1768-1834).
Memahami adalah seni (Hermeneutik Romatik).
2.   Wilhelm Christian Ludwig Dilthey (1833 – 1911).
Memahami sebagai metode ilmiah (Hermeneutik Ilmu-ilmu Sosial Kemanusiaan)
3.   Martin Heidegger (1889 – 1976)
Memahami sebagai cara berada (Hermenutik Faktisitas)
4.   Rudolf Carl Bultman (1884 – 1976)
Memahami sebagai menyingkap (Hermeneutik Demitologisasi)
5.   Hans-Georg Gadamer (1900 – 2002)
Memahami sebagai kesepahaman (Hermeneutik Filosofis)
6.   Jurgen Habermas (1929 - ….).
Memahami sebagai membebaskan (Hermeneutik Kritis)
7.   Paul Ricoeur (1913 – 2005)
Memahami sebagai merenungkan (Hermeneutik symbol)
8.   Jacques Derrida (1930 – 2004)
Memahami sebagai menangguhkan (Hermeneutik Radikal)

Sumber : GeoTimes 
Dalam sejarah awalnya, hermeneutika modern memang memulai kesibukannya dengan interpretasi teks kitab suci dan juga teks-teks filologis, tetapi kemudian melakukan interpretasi menjadi metode ilmu-ilmu sosial dan kemanusiaan, bahkan menjadi kemudian menjadi salah satu pendobrak yang kuat dalam filsafat kontemporer.  

Memahami teks akan mempengaruhi cara pandang terhadap manusia, masyarakat, kebudayaan bahkan terhadap kebenaran. Mempelajari hermenutik tidak hanya mempelajari tentang interpretasi, tetapi proses menjadi manusiawi, mempelajari hermeneutic juga belajar menjadi semakin manusiawi untuk memahami yang lain dalam segala keberlainanya dengan segala sesuatu yang melekat pada manusia seperti kebudayaan, agama, jender, keberagaman orientasi sexual, dan lain sebagainya.

Memahami dan Masa Depan Manusia

Memahami adalah sesuatu yang selalu terarah ke masa depan. Manusia (yang oleh Heidegger disebut dengan Dasein), tidak berada di dalam waktu, seolah-olah waktu disematkan pada hidupnya, melainkan manusia itu sendiri adalah “mewaktu”. Mewaktu berarti bahwa manusia mengorientasikan diri kepada kemungkinan – kemungkinan sendiri, maka Heidegger menyebut Dasein dengan Seinkonnen, kemungkinan untuk berada, dalam arti ini masa depan yang memiliki prioritas atas masa silam dan masa kini.

Memahami selalu berkaitan dengan masa depan, bagaimana maksudnya ini ?, bukankah hermenutik berkaitan dengan teks-teks dari masa silam ?. Tentu kita dapat memahami teks atau ungkapan dari masa lalu, tetapi pemahaman kita tentang hal-hal dimasa lalu itupun, menurut Heidegger terarah ke masa depan. Heidegger mencontohkan dengan seorang anak yang menemukan surat dari orang tuanya yang telah meninggal beberapa puluh tahun lalu. Maka, makna surat itu akan dipahaminya dalam susunan, kerangka dan kemungkinan-kemungkinan eksitensinya sendiri, yaitu masa depannya. Missal, surat yang dia terima adalah surat tentang harta warisan, dari kerja masa lalu orang tuanya, yang harta itu bisa digunakan oleh anaknya yang hidup sekarang, untuk dipergunakan olehnya bagi hidupnya mendatang (masa depan).

Prioritas masa depan dalam memahami merupakan konsekuensi logis dari kemampuan manusia menangkap kemungkinan – kemungkinannya untuk bereksistensi, artinya, memahami selalu mengantisipasi sesuatu yang belum ada. Memahami dalam konteks ini adalah ketika manusia mengambil keputusan eksistensial atas kehidupannya, missal untuk menikahi seseorang atau tidak, mengambil sebuah jabatan atau tidak, dan sebagainya. Jadi memahami selalu terkait dengan proyeksi manusia, bagaiman manusia memproyeksikan masa depannya, memproyeksikan kehidupannya kedepan, semua hal itu adalah kemungkinan-kemungkinan yang bisa dimiliki manusia, karena manusia hanya bisa mengembalikan ingatan dan memorinya ke masa lampau, tetapi tidak pernah akan bisa bertindak dimasa lampau, tetapi manusia bisa bertindak di masa depan, karena ada kemungkinan-kemungkinan dia bisa menjalani kehidupan masa depannya, karena ruang dan waktu menyediakan untuk itu.





Next Post Previous Post
No Comment
Add Comment
comment url

Baca Juga Tulisan Lainnya :