Senjakala Wabah dan Aceh yang "Batat"
T. Muhammad Jafar Sulaiman, MA
Gen orang Aceh adalah gen perang. Dalam perang, pertahanan terbaik adalah menyerang. Yang perlu diserang dan yang perlu diperangi di Aceh dalam situasi wabah saat ini adalah rasa takut yang berlebihan, yang sudah mengarah kepada tidak normal lagi, hiduplah normal seperti biasa, yang paling penting saat ini adalah : “jangan bawa masuk covid 19 itu kedalam pikiran, karena kalau sudah masuk kedalam pikiran, maka orang Aceh tidak berfikir lagi yang lain, tetapi hanya berfikir tentang mati”.
Gen orang Aceh adalah gen survive (survival), gen untuk bertahan dan tetap hidup dalam kondisi apapun. Dalam sejarah hidup orang Aceh, wabah, bencana, perang adalah keseharian. Orang Aceh telah melalui berbagai wabah dan bencana, baik bencana alam maupun bencana oleh negara. Berbagai pemandangan dan suasana, yang bagi manusia normal sangat menakutkan, horor dan mencekam telahpun menjadi keseharian orang Aceh, mulai dari perang Belanda, DI/TII, PKI, perang cumbok, Operasi Jaring Merah, Daerah Operasi Militer, Darurat Milier, Darurat Sipil dan bencana tsunami yang tidak hanya jadi bencana Aceh, tetapi juga menjadi bencana dunia.
Bicara kematian akibat covid-19, kalau di Italia kematian rata-rata ribuan perhari, di Amerika kematian ribuan perhari, maka orang Aceh, hanya dalam hitungan menit pernah melihat 140.00 orang mati. Saat itu, orang Aceh melihat mayat seperti melihat kayu yang hanyut terbawa air, atau kayu yang tergeletak dipinggir jalan atau tergeletak diatas trotoar. Dalam kondisi yang sudah mirip kiamat itupun, orang Aceh tetap survive, apalagi dalam situasi normal seperti saat ini. Maka tetap hidup normal sajalah di Aceh, jangan hidup mencekam, sudah pahit sekali hidup kita kawan, jangan ditambah lagi dengan kekelaman, semakin pahit kopi kita nanti.
Bicara kemati karena terbunuh, orang Aceh itu sudah pernah dibunuh secara mendadak, sudah pernah di bunuh secara acak dan bahkan sudah pernah dibunuh secara sistematis. Terhadap pembunuh yang nyata dan diketahui itu pun orang Aceh tidak takut, konon lagi terhadap virus yang tidak nampak.
Narasi ini, tentu bukanlah narasi untuk gagah-gagahan dan meremehkan wabah, bahkan tidak bertujuan melawan segala solusi sains dalam memutus mata rantai wabah, tetapi sebuah optimisme bahwa covid 19 tidak ada apa-apanya dibandingkan riwayat survivenya orang Aceh, Kekuatan survive ini harus menjadi menjadi memori kolektif, menjadi kekuatan kolektif orang Aceh dalam memutus mata rantai Covid. Jangan sampai yang menjadi memori kolektif orangAceh adalah ketakutan, kalau ketakutan yang menjadi memori kolektif orang Aceh, maka mata rantai wabah tidak akan berkesudahan.
Narasi ini juga adalah sebuah narasi untuk siapapun yang selalu suka menebar ketakutan di ruang - ruang hampa (maya), selalu menampilkan aneka kengerian covid, mengabarkan tentang ledakan covid yang akan berlipat-lipat, selalu menebar pesona dengan info-info tingkat kematian akibat covid. Info-info seperti ini adalah sebuah pelecehan terhadap kekuatan survive orang Aceh dan pelecehan terhadap pengetahuan orang Aceh, seolah - olah orang Aceh itu tidak tahu apa-apa tentang wabah ini. Adakalanya, memutuas mata rantai covid itu bukan dengan kepatuhan, tetap justru dengan cara sebaliknya yaitu dengan ketidak patuhan, persis seperti 47 ronin dari Ako yang tidak peduli lagi pada kematian, karena terkadang tidak peduli pada kematianlah yang akan terus membuat kita hidup, namun justru peduli pada ketakutanlah yang membuat manusia cepat mati.
Sumber : wowkeren.com |
Mengapa Bangsa Yahudi menjadi bangsa yang paling survive dan paling kuat saat ini ?, kemampuan survive mereka sangat tinggi, dimana-mana diseluruh belahan dunia mereka diusir bahkan dibunuh dengan sadis dan kejam, lantas apakah tulisan ini menyamakan orang Aceh dan Yahudi ?, tidak, tetapi sama - sama punya gen survive yang tinggi. Emmanuel Levinas, seorang filosof Yahudi menggambarkan bagaimana orang-orang Jerman membantai Yahudi, ketika mereka sedang kelaparan, orang-orang Yahudi di undang kesebuah lapangan, katanya untuk dibagikan roti. Lalu, orang Yahudi yang kelaparan yang berjumlah 250 orang berkumpul disebuah lapangan dengan harapan akan mendapatkan roti, tetapi bukannya roti yang mereka dapat, kematian yang mereka peroleh, 250 orang Yahudi tersebut (ada wanita, orang tua renta dan anak-anak) dibunuh secara sadis oleh orang jerman menggunakan cangkul, linggis, palu, besi bahkan dengan kursi, itu baru secuil dari segala penderitaan yang dialami orang Yahudi. Aceh juga Bangsa yang selalu mengalami berbagai penderitaan, sehingga gen yang mengalir dalam tubuh orang Aceh adalah gen keberanian.
Sudahilah Covid dengan riang gembira, jangan coba-coba wacanakan PSBB di Aceh, tetap dalam situasi normal, patuhilah segala protokol kesehatan, selebihnya serahkan pada Tuhan, biar semua itu menjadi urusanNya….