Tuhan tidak ada di Masjid, namun sedang bersama segelas Kopi
Teuku Muhammad Jafar Sulaiman, MA
Saat ini, beberapa sedang mempertanyakan mengapa masjid yang di tutup untuk menghindari wabah sementara warkop dibiarkan terbuka sehinga bisa menambah wabah. Ini tentu dua hal yang sangat berbeda yang tidak bisa dibanding-bandingkan. Kalau mau dibahasakan, maka kalimatnya seperti ini : “ masjid di tutup, maka kita masih bisa shalat berjamaah di rumah, tetapi kalau warkop ditutup, kemana kopi mau kita cari”?. Ada banyak pintu menuju Tuhan, ketika satu pintu ditutup maka carilah pintu yang lain, ketika pintu masjid di tutup, maka hidup kita bukanlah kiamata, masih ada banyak sekali pintu yang lain. Namun, seberapa banyak pun pintu menuju Tuhan yang didapat manusia, jika tidak ada kuncinya, maka pintu itu tidak akan pernah bisa di buka, jadi inti sebenarnya adalah kunci, ketika manusia memegang kuncinya, maka pintu mana sajapun yang didapat, manusia tetap akan bisa masuk menuju Tuhan.
sumber : AraSari |
Manusia masuk ke masjid barangkali hanya untuk beribadah dan tidak untuk bertemu Tuhan Tentu ini adalah dua hal yang berbeda, yang tidak mungkin bisa disamakan, manusia kalau ke masjid mencari apa dan kalau ke warkop mencari apa. Barangkali manusia yang ke masjid hanya memenuhi ritual ibadah, shalat berjamaah, aktifitas sosial, atau tadarus pengetahuan agama, namun dia tidak dalam kapasitas bertemu Tuhan, hanya menjalankan ritual ibadah. Kondisi ini tentu sangat berbeda dengan kondisi ketika masjid yang di imami lansung oleh Rasulullah dan masjid yang Rasulullah berada di dalamnya, pancaran cahaya Allahnya ada dan getaran Ilahiahnya ada dan hidup (Hayat) karena salah satu sifat Allah adalah Maha Hidup (hayat). Pertanyaannya, dimanakah kita bisa menemukan masjid yang seperti ini ?. Masjid yang tidak terkoneksi dengan Allah, maka tidak ada getaran Allah disana, tidak ada yang didapat melainkan hanya ritual, melainkan hanya terkoneksi dengan kabel dan hanya ada getaran kabel, tidak ada getaran Tuhan disana.
Membanding-bandingkan antara masjid dan warkop, sama persis seperti logika pilpres 2019 yang seharunya sudah terkubur dalam, seolah-olah agama sedang dipermainkan, padahal kondisi seperti itu adalah sebuah kewajaran dan biasa saja, bukan sesuatu yang menghebohkan apalagi mendatangkan kiamat, ditutupnya tempat ibadah, dihentikannya ibadah wajib adalah hal yang biasa saja dalam sejarah umat manusia, namun kondisi dulu memang tidak separah hari ini yang menyebabkan semua negara lumpuh. Saat ini, Agama, secara syariat memang sedang lemah dan lumpuh melawan wabah, namun agama secara hakikat, masih sangat gagah menghadapai wabah.
Biasa saja
Kalau kita telisik jauh ke belakang, kita akan dapati bahwa itu fenomena seperti diatas adalah biasa saja. Ibadah Haji pernah beberapa kali ditiadakan bahkan pernah sampai 10 tahun ditiadakan. Di zaman Rasulullah, shalat jumat juga pernah ditiadakan. akibat hujan deras dan banjir saja, shalat jumat yang wajib saja ditiadakan,konon lagi shalat tarawih yang dilakukan di masjid dan meunasah yang bukanlah sebuah ibadah wajib.
Pada tahun 1814 sebuah wabah melanda Arab Saudi, termasuk di Mekkah dan Madinah. Kerajaan Arab Saudi mencatatnya sebagai wabah tha’un. Sebenarnya tha’un juga memiliki arti wabah dalam bahasa Arab dan mulai dikenal setelah menimpa tanah Hijaz pada masa kekhalifahan Umar bin Khattab, namun dengan skala lebih kecil. Akibat wabah tha’un ini, 8000 orang tercatat meninggal dunia dan ka’bah harus ditutup sementara. Selanjutnya adalah wabah India yang terjadi pada 1831. Penamaan wabah ini karena dipercaya datang dari India. Besar kemungkinan adalah kolera, karena pada tahun itu tengah berlangsung gelombang ketiga kolera yang bermula dari India. Wabah India terjadi di tengah pelaksanaan ibadah haji, lebih kurang tiga perempat jamaah meninggal dunia dan pelaksanaan ibadah haji akhirnya disudahi di tengah jalan sebelum masa pelaksanaannya habis.
Kemudian Wabah yang terjadi tahun 1837, tidak pasti wabah apa yang melanda Arab Saudi pada tahun itu dan tidak ada jumlah pasti korbannya. Namun akibat wabah ini pelaksanaan ibadah haji harus ditiadakan sampai tiga tahun sesudahnya. Wabah Kolera 1846-1892 Kolera yang oleh WHO akhirnya ditetapkan sebagai epidemi tercatat menghantam Arab Saudi dalam rentang tahun 1846-1892. Akibatnya, ibadah haji pada 1850, 1865 dan 1883 harus ditiadakan. Begitupun pada 1858 wabah ini menyebabkan banyak penduduk Arab Saudi mengungsi ke Mesir dan membangun karantina kesehatan di daerah Bir Anbar. Selama rentang waktu itu ibadah haji pernah dilakukan pada 1864 dan hasilnya 1000 jamaah meninggal per hari. Dalam keadaan ini, Mesir mengirim dokter dalam jumlah besar ke Arab Saudi untuk menyelamatkan nyawa warganya. Wabah Meningitis Terakhir kali ibadah haji ditiadakan karena wabah adalah pada 1987. Saat itu wabah meningitis melanda Arab Saudi menjelang pelaksanaan ibadah haji.Cepatnya penyebaran penyakit ini membuat 10 ribu calon jamaah haji yang telah tiba terinfeksi.
Tuhan sedang tidak ada di masjid, karena Tuhan tidak pernah terkurung. tetapi Tuhan hanya bersemayam dan menetap dihati-hati hambanya yang makrifat kepadaNya. Tuhan tidak akan pernah singgah pada hati yang tidak berjumpa denganNya dan tidak pernah mengenalNya. Karena hanya cahaya matahari yang sampai kematahari dan hanya cahaya Tuhan yang sampai kepada Tuhan. Hati yang Tuhan tidak akan pernah bersemayam didalamnya adalah hati dari si pemilik hati yang merasa sedih atas nasibnya dimasa lampau, merasa gelisah dengan nasibnya dihari esok dan masa depan, namun tidak pernah merasa sedih bila tidak berjumpa Tuhan didunia.
Hati manusia adalah sebaik - baik tempat untuk Tuhan bersemayam di dalamnya. Namun, tidak disemua hati Tuhan akan bersemayam di dalamnya. Tuhan tidak akan pernah berada di tempat yang mensyarikatkan (menyekutukannya) dan tempat yang ayatNya dijual-jual dengan harga yang murah. Tuhan hanya bersemayam dihati hambanya yang lembut dan tenang, karena Dia adalah Nurun 'ala Nurin (Cahaya diatas Cahaya) yang menembus segala ruang, dimensi dan waktu. Hati yang disinggahi Tuhan disitu adalah hati yang telah dipenuhi segala yang haq dan tidak ada lagi tempat yang bathil. Ketika Cahaya Tuhan yang haq masuk, maka yang batil akan lenyap.
Tidak semua hati menjadi tempat bersemayamnya Tuhan, Hati yang menjadi singgasana Allah adalah hati yang di dalamnya terdapat cahaya kebaikan, cahaya kehidupan, kebahagiaan, suka cita, kegembiraan, dan gudangnya kebaikan.Hati yang tidak bersemayam Allah di dalamnya, maka hati itu akan menjadi tempat bersemayam syaithan, di sana terdapat kesempitan, kegelapan, kematian, duka lara, kekhawatiran, dan kegelisahan. Si pemilik hati merasa sedih atas masa lampau, merasa gelisah dengan hari esok dan masa depannya. dan merasa khawatir dengan nasibnya.
Mengenal Tuhan, sebagaimana Tuhan ingin dikenal dengan cara Tuhan, berbeda dengan sebagaimana Tuhan ingin dikenal dengan cara manusia, bedanya bagaikan bumi dan langit. Sebaik - baik mengenal Tuhan adalah mengenal Tuhan melalui kekasihNya, karena hanya kekasihNyalah yang tahu dimana Tuhan berada, karena kekasihNya telah bolak balik kesana, mengenal kekasihNya maka pasti akan mengenal Tuhan, kekasih Tuhan ini pada zaman dulu adalah Nabi dan Rasul dan pada zaman kini adalah seorang Wali. Wali ini ada yang disembunyikan Tuhan, ada yang menyembunyikan diri dan ada dari kombinasi keduanya yaitu disembunyikan Tuhan dan menyembunyikan diri. Sehingga Wali itu memang harus dicari dengan sungguh-sungguh, maka pasti akan bertemu. Wali inilah yang dengan kasih sayangNya akan membimbing manusia, memegang tangan manusia dan membawa manusia kehadapan Tuhan dan berkata : " inilah engkau dan inilah TUHANmu". Begitu jelas dan begitu nyata.
Jika engkau mendengar, seorang Wali, jika engkau mendapat petunjuk tentang seorang Wali, maka datangilah dengan sungguh-sungguh, karena engkau tidak akan pernah tahu berapa lama lagi engkau akan hidup, sehingga sisa hidupmu berguna dan tidak ada yang sia- sia. Temuilah Wali tersebut, sampai engkau tahu dengan benar - benar mana Wali yang diturunkan Tuhan dan mana Wali yang diciptakan manusia.
Ketika manusia berjumpa dengan Tuhan, maka manusia akan tahu bagaimana Tuhan ingin dikenal dengan cara Tuhan, Tuhan sendirilah yang pelan - pelan akan membuka hijab manusia. Manusia yang tidak pernah berjumpa dengan Tuhan, maka sampai kapanpun tidak akan pernah tahu bagaimana mengenal Tuhan dengan cara Tuhan ingin dikenal, manusia tersebut hanya merasa saja mengenal Tuhan dengan caranya sendiri, padahal itu penuh asumsi, penuh spekulasi, hasilnya : Tuhan sendiri, manusia sendiri, tidak pernah menyatu dan tidak pernah bertemu.
Saat ini, Tuhan sedang tidak ada di masjid, sedang tidak ada di vatikan sekalipun pedang malaikat mikail sudah dihunus, Tuhan juga sedang tidak ada di tembok ratapan, di Vihara, Kuil atau Sinagog. Tuhan sedang bersembunyi, dunia sudah sangat kotor kini sedang dibersihkan, dunia yang tidak baik sedang direset menjadi baik dan Tuhan sedang bersembunyi, bersama segelas kopi untuk menyambut dunia yang akan segera bersih, bersih seistilah Tuhan
Top 👍