Personal "GOD" dan "Raja" Manusia

Sejak lahir, manusia sudah bersentuhan dengan personal God dalam hidupnya. Dari awal kehadirannya manusia butuh "Personal God", butuh pemandu personal dalam hidupnya (Guider) yaitu kedua orang tuanya.

Bagi anak - anak, kedua orang tuanya adalah "personal God"  untuknya, karena kedua sosok ini yang paling dikenalnya, selalu bersamanya dan sosoknya ada, tidak absurd.

Kemudian, lambat laun, ketika semakin beranjak dewasa dan berkenalan dengan dunia yang lebih luas dia butuh pemandu yang lebih besar lagi yaitu sosok yang dia patuhi, dia segani dan dia ikuti dari awal sampai akhir, tidak berpindah dan tidak berganti dan sosok itu adalah raja bagi manusia yang sosoknya ada dan tidak absurd. Artinya, dari alamiah kehadirannya sebagai makhluk hidup, Tuhan bagi manusia adalah Tuhan yang ada wujudnya (sosok), sehingga ketika dia bertemu setelah dewasa maka dia kembali ke kehidupan alamiahnya, bukan sesuatu yang asing.

Jika kita pikirkan dan renungkan secara mendalam, sosok yang dimaksud itu bukanlah sosok pemimpin politik yang dihasilkan dari proses demokrasi, katakanlah kepala daerah atau apapun namanya, tetapi seorang Raja.

Raja disinipun, bukanlah raja dalam arti kerajaan (kingdom) seperti yang sudah - sudah, yang hanya menyisakan kehancuran, sejarah yang suram dan ketidak adilan dalam negeri, bukan juga raja - raja selebrasi (raja seremonial) yang memakai baju kebesaran hanya disetiap even, bukan juga raja yang lahir dari proses politik,  tetapi raja seperti dalam hadih maja orang Aceh "Diraja donya pane meuganto, diraja nanggroe yang meutuka-tuka" (Raja dunia tidak mungkin tergantikan, raja negeri yang berganti - ganti). Artinnya bukan raja untuk sebuah negeri, tetapi raja untuk dunia. Raja untuk semua manusia, bukan raja untuk sebuah negeri.

Sosok raja seperti ini adalah sosok yang punya semua kapasitas ilmu dunia dan akhirat, punya semua syarat untuk menjadi rujukan dunia, pemegang otoritas spiritual, punya daya analisa masa depan, punya kapasitas keilmuan terkini, diantara semua syarat tersebut, yang paling penting adalah punya otoritas spiritual dan pemegang otoritas spiritual, karena otoritas spiritual lah yang bisa memegang dunia dan mengendalikan dunia, bukan otoritas politik. Otoritas spiritual ini adalah pemegang kendali dunia kedepan, dunia akan merujuk kepada model ini dan tidak lagi merujuk kepada proses politik. Sosok ini tidak pernah lahir dari proses politik, tetapi lahir dan hadir secara alami, memang di inginkan dan tidak mungkin bisa dibendung kelahirannya, ketika sosok ini hadir, maka keadilan dan kemakmuran manusia akan terwujud.

Sejatinya, dalam keseharian dan dalam nafas kehidupan orang Aceh dan orang Indonesia, sosok raja bukanlah sosok yang asing, kerajaan dan sosok raja adalah sesuatu yang alamiah bagi rakyat Aceh dan Indonesia, yang tidak alamiah itu adalah demokrasi, karena bukanlah darah daging kita dan dipaksakan lewat kolonialisme dan penetrasi nasionalisme melalui berbagai program pembangunan. Lihat saja kehidupan kita hari ini, dalam memilih kepala desapun, semua prosesnya kita serahkan pada demokrasi, kita dengan segala kelebihan dan kearifan yang kita punya, menjadi asing dinegeri sendiri lewat demokrasi. Demokrasi itu banyak sekali cacatnya, dan hanya bisa diperbaiki melalui sebuah revolusi.
Tatanan dunia harus berubah, agar dunia berubah dan demokrasi tidak selamanya akan menjadi ikutan manusia, ada masanya akan berakhir, dan yang menggantikannya bukanlah juga model "khilafah" yang juga sangat bermasalah, tetapi satu model baru, yang sempurna dan hidup abadi dikepala dan dihati sanubari manusia.

Inti bagi kehidupan manusia adalah kemakmuran, kesejahteraan, kepastian keselamatan dunia dan akhirat,  demokrasi sampai detik ini belum bisa memberikan semua itu, belum bisa mensejahterakan, memakmurkan apalagi menjamin kepastian dan keselamatan manusia.

Karena itu, orang Aceh dan orang Indonesia  itu butuh raja, tetapi bukan raja karna proses politik, tetapi raja yang memang hadir secara alamiah, memang dikehendaki, raja yang punya kapasitas spiritual, menjadi rujukan spiritual, punya kapasitas intelektual yang tinggi, punya daya analisa yang tinggi tak terlampaui, mampu menghadirkan masa depan yang lebih cepat,  gagah, tampan, punya inner autority yang powerfull, tipe raja seperti ini sudah pasti mengutamakan kesejahteraan rakyat dari pada penghukuman terhadap rakyatnya, karena ketika Dia menjadi raja maka itu adalah pengabdiannya kepada Tuhan, bukan kepada manusia.

Next Post Previous Post
No Comment
Add Comment
comment url

Baca Juga Tulisan Lainnya :