HENRI BERGSON, NABI PEMBAWA WAHYU INTUISI DAN PARA SUFI

  T. Muhammad Jafar Sulaiman

 

Istilah intuisi" telah digunakan dalam filsafat Yunani Kuno oleh Plato (Plotinus). 

Intuisi adalah kemampuan untuk mengetahui atau memahami sesuatu tanpa memikirkan atau menelitinya. Intuisi disebut juga bisikan hati (khathrah) atau dorongan hati (idrakul qalbi). Khathrah adalah dorongan tiba-tiba untuk melakukan atau memilih sesuatu. Dengan kata lain, bisikan hati tidak terpengaruh oleh hal-hal yang sudah dipikirkan sebelumnya. Bisikan hati muncul begitu saja dan tidak bisa bertahan lama, ia menghilang ketika bisikan baru datang dari hati. Dalam hal ini, beberapa pendahulu mengira bahwa gumaman hati yang sebenarnya adalah yang pertama kali muncul. Sedangkan idrakul qalbi mengungkapkan makna yang tersembunyi dengan mengikuti petunjuk Tuhan yang Dia jelaskan melalui tanda, simbol, atau kode yang hanya dipahami oleh hati yang sudah diliputi oleh Nur Ilahi. Idrakul Qalbi ini adalah model yang dipraktekkan oleh para sufi yang Guru Mursyidnya berpangkat Wali Qutub, jika Mursyidnya tidak berpangkat sebagai Wali Qutub, maka yang selalu hadir adalah bisikan – bisikan Setan, bukan dari Tuhan, 

 

Dalam kiblat Barat, Henri Bergson adalah filosof yang memperkenalkan intuisi sebagai salah satu sumber pengetahuan di zaman modern dan merupakan salah satu filsuf di dunia Barat yang menerima intuisi sebagai bagian dari metode epistemologi. Dia menjadikan intuisi sebagai salah satu cara untuk mendapatkan kebenaran. Filsuf Perancis lulusan Ecole Normal Superieure (ENS) ini memberikan kritik terhadap empirisme dan rasionalisme melalui keterbatasan akal dan dan indra. 

 

Bergson mengungkapkan bahwa akal dan indra hanya dapat memahami objek ketika perhatian akal hanya ditujukan pada objek. Karenanya, Bergson mempelopori aliran pemikiran yang disebut sebagai intuisionisme. Dalam pemikirannya ini, intuisi dijadikan sebagai sarana untuk memperoleh pengetahuan secara langsung dan seketika. Ia meyakini bahwa penghayatan langsung merupakan dasar dari pengetahuan yang melengkapi indra dan akal. Intuisionisme tidak menolak adanya pengalaman indrawi, tetapi melengkapinya dengan menambahkan intuisi sebagai suatu bentuk pengalaman juga.


Henry Bergson 
Source : Google 

Henri menjadikan intuisi sebagai salah satu satu keterampilan berfikit tingkat tinggi bagi manusia. Filsuf yang memperoleh gelar Chair dari Collage De Frace ini berpendapat bahwa indra dan akal sama – sama memiliki keterbatasan dan kekurangan, sehingga pengetahuan yang lengkap hanya bisa diperolah dengan adanya intuisi. Henri Bergson merupakan salah satu tokoh pemikir yang dipengaruhi oleh pemikiran plato tentang Tuhan. Bergson menggunakan metode intuitif dalam memperoleh pemahaman mengenai kenyataan secara lansung. Ia melakukan kegiatan mawas diri dengan intuisi untuk menggabungkan antara kesadaran dan proses perubahan. 

 

Bergson membagi pengetahuan menjadi dua, yaitu "pengetahuan tentang" dan "pengetahuan mengenai". "Pengetahuan tentang" merupakan pengetahuan yang diperoleh secara langsung melalui intuisi. Sementara itu, "pengetahuan mengenai" merupakan pengetahuan yang diperoleh secara tidak langsung dengan sifat diskursif. Pemerolehannya dapat diperantarai oleh akal atau indra. Pengetahuan yang diperoleh secara langsung bersifat sederhana dan tunggal, misalnya warna, rasa, bau dan suara. Pada pengetahuan yang bersifat kompleks dan majemuk, pemerolehannya juga dapat secara langsung. Perbedaan keduanya hanya terletak pada hal yang perlu diketahui dari pengetahuan tersebut. Pengetahuan yang sederhana dapat diketahui melalui esensinya, sedangkan pengetahuan yang majemuk dapat diketahui melalui sifat-sifat dari esensinya.

 

Pemikir ini mengartikan intuisi sebagai suatu hasil evolusi pemahaman yang tertinggi. Intuisi diartikannya sebagai suatu pengetahuan langsung yang bersifat mutlak dan bukan sesuatu yang nisbi. Intuisi tidak memerlukan penggambaran simbolis dan justru mengatasi kekurangan dari sifat pengetahuan simbolis. Sifat dasar dari intuisi ialah personal dan tidak dapat diramalkan karena terjadi secara langsung dan seketika. Selain itu, intuisi juga bersifat analitis, menyeluruh dan mutlak. Intuisi tidak dapat digunakan untuk penyusunan pengetahuan secara teratur, tetapi dapat digunakan sebagai hipotesa yang menentukan kebenaran dari suatu pernyataan yang telah dikemukakan. Sifat-sifat dari intuisi ini membuat pengenalan oleh intuisi tidak dapat digantikan oleh analisis maupun pengetahuan yang diperoleh melalui penggambaran. 

 

Bergson membedakan antara intuisi dan kecerdasan. Konsep intuisi yang dikemukakan oleh Bergson lebih mirip dengan konsep wahyu yang berdasarkan kepada kesadaran akan adanya pengalaman melalui naluri. Intuisi hadir dari pengalaman batin yang bersifat spiritual dan tidak berkaitan dengan akal. Sifat dari intuisi adalah mampu memahami tentang sesuatu yang tidak dapat dipahami oleh akal. Dalam pengertian ini, intuisi bekerja ketika akal tidak digunakan. 

Dia juga penggagas Vitalisme yang meyakini meyakini bahwa modal manusia meliputi vitalitas biologi, naluri dan spiritual. Peran vitalitas spiritual adalah mempermudah pemahaman manusia tentang konsep agama, seni dan ilmu. Penggunaan vitalitas menghasilkan pembersihan moral melalui aktifitas wawas diri yang bersifat intuitif. melawan sikap materialisme dan mengembangkan hukum sebab akibat.

 

Tasawuf sebagai sarana untuk memperoleh ilmu dan kebenaran, dalam epistemologis justru lebih menekankan pada sarana intuisi, atau secara teknis disebut dzauq atau wijdan, dan menggunakan qalb untuk sarananya. Jika intuisi dimaknai sebagai sumber kebenaran dan pengetahuan. Maka dalam tasawuf, untuk memperoleh itu semua tidak terjadi dengan tiba-tiba, melainkan harus melalui proses yang cukup panjang, dan disebut dengan  mujahadah dan riyadlah. Proses-proses di atas adalah usaha menuju proses pencerahan batin (qalb) untuk mendapatkan ilmu dan kebenaran melalui penyingkapan (mukasyafah).

 

Dalam sejarah Islam, tokoh filsufi dan Sufi yang terkenal berhasil memadukan keduanya adalah Imam Al-Ghazali. Al-Ghazali dapat menggunakan wawasannya dengan menggabungkan intuisi (tasawuf) dengan akal (intelektualisme) yang kemudian menjadi topik perdebatan oleh beberapa kalangan. Karya-karyanya banyak mencakup  berbagai bidang antara lain: filsafat, tasawuf, teologi, logika, fiqh, ushul fiqh dan lainnya. Melihat dari banyaknya bidang yang dikuasai, maka dapat dipastikan jika al-Ghazali bisa dianggap sebagai seorang filsuf, sufi, teolog, ahli mantiq, ahli faqih yang setelah belajar tasawuf dia menggunakan intuisi dan intelektualisme ketika menulis berbagai kitab, salah satunya adalah Ihya Ulumuddin, dimana hampir sebagiannya ditulis berdasarkan pesan lansung dari Tuhan. 


Semua yang disampaikan oleh Bergson diatas, prakteknya secara faktual ada pada para Sufi yang Mursyidnya berpangkat Wali Qutub, karena Mursyid inslag pemegang otoritas intuisi yang paling murni, sumer dari segala kebenaran. Bagi para Sufi, intuisi ini adalah anugerah dari Tuhan, yang semuanya diperoleh dengan mujahadah untuk mendapatkan kasih sayang Tuhan yang diperoleh melalui cinta, pengabdian, kesabaran dan pengetahuan (hikmah). Pengetahuan secara tidak langsung pasti berhubungan dengan akal atau kecerdasan. Namun hal itu tetap tidak akan berguna jika kita tidak bisa menggunakan energi dari kecerdasan dengan baik. Terdapat tiga energi dari kecerdasan manusia, yaitu: kecerdasan spiritual, kecerdasan rasional dan kecerdasan emosional. Kecerdasan tertinggi adalah kecerdasan spiritual, karena disana Tuhan yang bekerja, Tuhan yang memandu dan ini adalah yang paling mutlak dan paling absolut. Ketika semua Tuhan yang bekerja, maka pikirannya, perkataannya, perbuatannya, pengetahuannya semuanya adalah Tuhan. 

 

 

Next Post Previous Post
No Comment
Add Comment
comment url

Baca Juga Tulisan Lainnya :