HIDUP YANG TIDAK ADIL DAN YANG TIDAK DAPAT DIMENGERTI MANUSIA
T. Muhammad Jafar Sulaiman
Jika manusia abadi, maka agama tidak pernah ada. Karena manusia tidak pernah punya ketakutan akan kematian, dan tidak perlu melakukan amal apapun yang harus dipersiapkan untuk kematian, manusia hanya akan menikmati segala kehidupannya, tidak perlu risau sama sekali karena tidak ada yang namanya pembalasan dihari akhir, dikarenakan manusia sudah immortal. Namun bisa jadi, jika manusia berada pada kondisi abadi ini, maka manusia akan bosan, lalu mencari cara untuk mengakhiri keabadian. Hidup memang sudah begitu, manusia yang setiap saat dilanda mati, pasti ingin abadi, dan yang abadi pasti ingin mati. Entahlah, kadang kita mengerti, kadang juga tidak mengerti, namun hidup hari ini, dan besok harus tetap dijalani, jika tidak ingin dijalani, tinggal diakhiri.
Ketika manusia mengerti dan tahu tentang kehidupan, maka manusia tidak akan saling membunuh, tidak akan saling merusak dan tidak akan saling berperang. Namun, manusia tidak pernah mengerti itu, manusia hanya tahu menjalani hidup, karena menjalani hidup dan kehidupan adalah yang paling eksistensial bagi manusia, ini adalah titik tengah manusia. Ada satu dorongan bagi manusia untuk tetap hidup, menjalani dan melalui kehidupan, sekalipun dia harus merusak, harus membunuh dan harus berperang. Dalam perang Rusia – Ukraina, manusia tidak pernah mengerti apa itu hidup, yang dimengerti manusia hanyalah eksistensi untuk tetap hidup dan untuk tetap berada.
Lihatlah manusia, mengherankan, memilukan, sekaligus juga sangat ganjil. Mereka berperang, saling menghancurkan, bangunan- bangunan diluluh lantakkan, saling membunuh, kemudian berdamai lagi, bangunan yang sudah hancur berkeping-keping, dibangun lagi, kemudian berperang lagi. Demi apa mereka saling menghancurkan ?, manusia tidak pernah mengerti hal itu. Disatu sisi, manusia tahu bahwa perang akan mematikan manusia dalam jumlah yang besar dan secara massal, tetapi manusia tetap melakukan itu, karena demi negara, demi marwah, demi harga diri, demi tanah air, padahal semua itu imajiner (Imaginated), abstrak dan kamuflase.
SOURCE : GOOGLE |
Dalam agama manapun, membunuh dan merusak itu sangat dilarang. Dalam Islam, “Jika seorang manusia membunuh manusia lainnya, maka sama dengan membunuh seluruh penduduk dimuka bumi”. Membunuh yang non muslim saja dilarang, apalagi membunuh sesama Muslim. Tetapi Aisyah berperang dan saling membunuh dengan Ali, Yazid Bin Muawiyah membantai Hussein, cucu kesayangan Rasulullah dan para pengikutnya, secara sadis, Timur Lenk membunuh 70.000 muslim lainnya, Saddam Hussein membantai suku kurdi, Erdogan juga membantai suku Kurdi, jutaan mati dalam perang Irak Iran, di tempat kita, Aceh dan Indonesia, sesama muslim dan antar agamapun saling membunuh. Disatu sisi, umat Muslim beragama, tetapi disisi lain juga tidak mengindahkan apapun ajaran – ajaran agama, mereka beragama sesuai keinginan, bukan sesuai posisinya sebagai hamba yang harus pasrah total dan benar – benar mengabdi.
Disini, agama tidak bisa berkutik, agama tidak bisa melawan, dia hanya dibajak dan dijadikan rujukan untuk membunuh, padahal manusia melakukan itu tidak pernah karena agama, tetapi demi eksistensinya, demi penghargaan, demi kehormatan, demi cuan. Kenapa agama bisa dibajak ?, karena para agamawan pun tidak pernah mengerti apa itu agama, bahkan mereka sama sekali tidak beragama sebenarnya, dan ini benar adanya, karena mereka belum makrifat. Padahal ketika makrifat pun, itu masih tahap awal dalam beragama. Para agamawan ini, menjadikan agama hanya untuk popularitas mereka, supaya mereka dihormati, supaya mereka disebut kharismatik, supaya mereka disegani. Mereka hanya memahami agama sebagai sebuah ajarah, bukan sebagai sebuah kehidupan. Ketika agama dipahami sebagai sebuah ajaran, maka agama hanya akan digunakan sesuai keperluan, sesuai keinginan ego- ego mereka, namun jika agama dipahami sebagai sebuah kehidupan, maka mereka pasti akan pasang badan untuk menjaga kemaslahatan dan kelansungan hidup manusia, akan berdiri tegak menjaga melawan segala upaya yang bisa memudharatkan manusia. Akhir- akhir ini, para agamawan berada pada posisi ketiga, yaitu tidak peduli itu memudharatkan manusia, yang penting agama tegak, padahal ajaran murni agama tidak seperti itu.
Yang Dimengerti dan Tidak di Mengerti Manusia
Suatu hari, seorang pemburu berdoa kepada Tuhan, : “ Tuhan, hari ini aku belum dapat seekor buruan pun, tolong tunjukan kebesaranMu, adalah hari ini walau seekor rusa saja”. Setelah berdoa, tiba – tiba terlihatlan seekor rusa. Melihat pemburu dengan senapannya yang lengkap, rusa sangat terkejut dan kemudian juga berdoa kepada Tuhan : “Tuhan, selamatkanlah aku dari pemburu itu”. Mendengar doa kedua makhluknya itu, Tuhan mengabulkan doa keduanya dan berkata : “Panta Rhei”. Pemburu pun berusaha keras membunuh rusa, dan rusapun mati -matian lari menyelamatkan diri”. Dengan berkata “ Panta Rhei” , Tuhan membiarkan semua berlansung apa adanya, alami, tidak ada yang ditolong, semua harus diusahakan sendiri. Ada kalanya kehidupan manusia seperti ini, Tuhan tidak menolong, tetapi membiarkan. Namun ada kalanya, dia berada dipihak pemburu, dan ada kalanya berada dipihak rusa. Intinya, sekalipun tidak ditolonh, hidup harus tetap dijalani, sekalipun ditolong hidup juga tetap harus dijalani.
Ada kalanya, untuk sebuah kehidupan yang sangat dimengertinya, manusia mengalami kehidupan justru diluar yang dia mengerti. Ada manusia yang hidupnya digantungkan kepada segala keputusan politik, dia percaya bahwa segala kemakmurannya, kesejahteraannya, adalah wilayah politik, sehingga dia harus menjadi timses, harus membantu kandidat, harus menjadi bagian dari segala upaya pemenangan, dia harus berafiliasi dengan politik, dia harus menjilat, dia harus membuang integritas, dia harus membunuh idealismenya. Disini, semua berjuang dan berlomba untuk berada dalam lingkar kekuasaan dan melupakan segala persahabatan. Pada tahap ini, kekuasaan adalah Tuhan dan persahabatan adalah setan.
Sebagian manusia lainnya percaya bahwa kekuasaan sejati itu adalah Tuhan, bukan kekuasaan. Artinya, dia tidak perlu menjilat, dia tidak perlu berafiliasi, dia tidak perlu menjadi bagian dari segala suksesi, karena segala kekuasaan itu akan bisa tumbang, jika Tuhan berkehendak dan segala rezeki, kesejahteraan dan keselamatan hidup manusia itu bukan pada kekuasaan, tetapi pada Tuhan. Kaum ini kebanyakan sangat membenci kekuasaan, dan siapapun yang sedang berkuasa. Mereka sering berteriak dihadapan jamaah, disetiap ada mimbar dan ada panggung mereka pasti akan selalu berteriak.
Kebalikan dari kedua kutub ini, kekuasaan sendiripun, harus bekerja untuk menyenangkan dan mensejahterakan yang memenangkannya dan bekerja untuk meredam pihak yang marah dan tidak suka pada kekuasaan. Akhirnya kekuasaan terbelah, bekerja tidak untuk keseluruhan, tetapi berdasarkan keterpilahan. Kekuasaan terganggun kerjanya agar bekerja untuk rakyat, menjadi bekerja untuk para pihak.
Di semua sisi, manusia harus mencintai kehidupan, sekalipun dia tidak pernah mendapatkan apa yang diinginkannya maupun mendapat semua yang di inginkannya. Manusia harus mencintai kehidupan, sekalipun kehidupan itu sangat tidak adil. Jika dihadapkan kepada dua pilihan siapa yang membuat hidup itu tidak adil, apakah Tuhan atau kekuasaan ?, maka manusia pasti akan menjawab kekuasaan, tidak berani menjawab Tuhan, padahal Tuhan itu berkuasa atas segala sesuatu.
Yang tidak dimengerti manusia bahwa manusia itu saling hidup diantara homo homini lupus dan juga machiavelian, kecil sekali kemungkinan bahwa manusia itu hidup atas dasar persahabatan, kekerabatan dan kekeluargaan, manusia adalah serigala bagi manusia lain dan juga machiavelian bagi manusia lain. Yang juga tidak dipahami manusia adalah, mereka berfikir homo homini lupus dan machiavelian itu hanya ada pada kekuasaan, padahal justru lebih besar pada agama. Dalam agama dan atas dasar agama juga, manusia akan menjadi serigala bagi manusia lainnya dan akan menghalalkan segala cara Machiavelian untuk tetap eksis dalam beragama, sangat mengerikan dan brutal.
Atas nama agama dan demi tegaknya agama, sebagian manusia marah kepada kekuasaan, kepada kerja legislatif dan kerja eksekutif, mereka marah karena ekselutif dan legislatif tidak peduli pada agama, kepada syariat Islam, sehingga mereka harus terjun ke politik, agar agama ditegakkan dan peduli pada agama, padahal, selama ini ketika mereka membangun lembaga pendidikan keagamaan mereka, uangnya dari pemerintah, uangnya dari aspirasi legislatif, mereka kesana kemari, dalam negeri dan luar neger, uangnya dari kekuasaan. Berapa banyak aturan - aturan keagamaan yang adakalanya tidak perlu, namun dilahirkan yang dengan aturan itu memperkuat posisi ke agamawanan mereka, lalu mereka bicara agama tidak ditegakkan, sehingga mereka harus berpolitik untuk menegakkan agama, padahal di Aceh, agama sudah berdiri setegak-tegaknya, bahkan berkuasa pada semua lini kehidupan manusia, kenapa tidak terus terang saja bahwa masuk ke arena politik untuk berkuasa, tidak mesti harus menyeret - nyeret agama, sayang agama, tidak sempat beristirahat, karena selalu dibawa -bawa kesana kemari.
Manusia menyatakan bahwa mereka hidup dialam nyata, padahal semuanya abstrak. Mereka hidup sebagai manusia, tetapi tidak pernah sejahtera, tidak pernah Bahagia, padahal sejahtera dan bahagia itu bisa saja dihadirkan. Secara nyata, manusia merasa hidup secara alami, padahal besar kemungkinan semuanya dikendalikan, di desain dan diatur kekuasaan. Ada manusia – manusia yang dari kecil memang sudah disiapkan untuk menjadi sesuatu, di create dan dikondisikan untuk menjadi pemimpin kelak. Ada juga yang percaya bahwa semua alami dan tidak bisa di prediksi. Missal, seorang anak perempuan penggembala di Aljazair, kemudian menjadi Menteri di Perancis.
Dan yang paling jelas adalah, kehidupan manusia sedang tidak baik – baik saja sekarang. Ketika manusia berkuasa dan berada dilingkar kekuasaan, mereka berfikir semuanya abadi dan tidak berakhir, padahal semua ada akhirnya. Demikian juga yang sedang berada dititik nadir, terpuruk dibawah, berada dalam segala kesulitan, mereka berfikir bahwa kondisi akan selamanya seperti ini, padahal semua bisa berubah.
Hidup memang tidak adil. Ada manusia berada dalam segala kelebihan dan surplus, ada juga manusia yang selalu berada dalam kondisi minus. Sebagian manusia tidak pernah berfikir bagaimana kehidupannya besok dan satu jam kedepan, karena hidupnya sudah terjamin bahkan 50 tahun akan datang, sementara ada manusia – manusia yang jangankan untuk bagaiman hidupnya besok, untuk satu jam kedepan saja, belum jelas mau makan apa.
Akhirnya manusia tetap harus menjalani hidup, bagi yang ingin tetap terus hidup, namun juga bisa mengakhiri hidupnya bagi yang tidak ingin hidup dan sudah tidak sanggup lagi, semua pilihan ada. Intinya, yang paling esensial adalah menjalani hidup, hari ini, besok, lusa dan tahunan kedepan, meskipun dengan segala kesulitan, penderitaan, ketidak mengertian bahkan kadang dengan menanggung segala malu, yang penting tetap bisa hidup. Semuanya pasti ada yang berakhir pada manusia, dan juga semuanya pasti ada awal baru bagi manusia.
Matahari tidak selamanya terbit dari timur, nanti juga akan terbit dari Barat, ketika matahari terbit dari barat, barangkali disitulah segela kesejahteraan akan terbit. Hari – hari manusia pasti tidak selalu berada dalam angin – angin sepoi, namun ada juga topan dan badai. Sekalipun kehidupan manusia saat ini adalah “Tiada Tuhan selain Cuan”, namun Tuhan adalah segalanya, Tuhan sudah menyiapkan cuan – cuan itu dan akan diberikan ketika waktunya tiba.