ISLAM ITU MUSIK
T. Muhammad Jafar Sulaiman
Bayangkanlah jika dunia tanpa musik, sepi, sunyi, begitulah dunia jika tanpa Islam, dunia akan sunyi, sepi dan mati. Musik adalah pemecah kesunyian, kesepian dan kematian, melodi itu harmoni, dia menghancurkan segala kekakuan dan kebekuan. Tuhan itu Maha Indah, Maha Harmoni, Maha Romantis, maka tidak mungkin Tuhan mengharamkan musik, jika Tuhan mengharamkan music, maka itu kontradiktif dengan segala sifat keindahanNya. Islam itu adalah musik, karna dia adalah agama yang artistic dan futurisik. Musik itu selalu berorientasi masa depan, demikian juga Islam sebagai agama, dia berorientasi masa depan, selalu fleksibel dan selalu sesuai dengan segala perkembagan zaman dan perkembangan peradaban.
Musik adalah segala komponen nada, ketukan, suara, , not, melodi dan sebagainya yang ketika disatukan menjadi harmoni, keindahan dan ketenangan. Harmoni itu meruntuhkan segala kekakuan dan kebekuan. Islam itu bukan agama yang kaku, bukan agama yang beku. Islam itu hadir sebagai agama yang menghidupkan segala kematian, kematian akal, kematian akhlak, adab dan kematian penghargaan terhadap manusia, semua dihidupkan kembali oleh Islam. Dulu, para sahabat, ummat, memuja Rasulullah dengan alat – alat musik. Ketika ada yang mendendangkan puji-pujian kepada nabi melalui Burdah, maka nabi memberikan selendangnya (ridak) kepada orang yang mendendangkan Burdah tersebut, artinya nabi sangat senang denga napa yang dilakukan itu.
Dalam sejarah Islam, sebagai agama intuisi, agama akal dan agama pengetahuan, Islam punya tiga ulama, tiga mujtahid dan tiga filosof yang sangat jenius dalam musik, mereka adalah Al Kindi, Al Farabi, Al Ghazali
Semasa hidupnya, al-Kindi menulis banyak karya dalam berbagai disiplin ilmu. Antara lain, bidang metafisika, logika, matematika, astrologi, psikologi, dan lainnya. Selain itu, ia memliki pengetahuan cukup luas tentang musik. Ia diyakini sebagai tokoh pertama yang meletakkan dasar teori musik, yakni ketika dirinya membicarakan dan membahas tentang konotasi kosmologikal musik.
Al-Kindi juga dikenal sebagai tokoh pertama yang memanfaatkan musik sebagai media terapi untuk menghilangkan penyakit. Pada masa itu, al-Kindi telah menyadari bahwa musik memiliki khasiat untuk memelihara kesehatan fisik, mental, emosional, serta spiritual. Terapi musik tersebut dipraktikkan oleh al-Kindi untuk menyembuhkan salah satu pasiennya yang menderita quadriplegia atau tetraplegia. Yakni sebuah kelumpuhan yang disebabkan oleh cedera, atau penyakit yang diderita manusia dan mengakibatkan hilangnya fungsi gerak badan.
Al-Kindi diyakini memiliki 15 karya yang khusus mengulas tentang musik. Namun, dari 15 karya tersebut, hanya lima karya yang masih eksis. Salah satu judul kitab atau karya miliknya adalah Musiq. Judul kitab ini yang dipercaya menjadi cikal bakal lahirnya kata "musik".
Sepeninggal al-Kindi, Islam kembali memunculkan seorang tokoh lainnya yang mengembangkan seni musik, yakni al-Farabi. Ia lahir di Farab, Kazakhstan pada tahun 870 Masehi dan wafat pada 950 Masehi. Sama seperti al-Kindi, selain bidang musik, al-Farabi juga menguasai beberapa disiplin ilmu, seperti filsafat, matematika, ilmu alam, dan lainnya. Ia menjadi tokoh paling berpengaruh dalam berkembangnya seni musik.
Serupa dengan al-Kindi, untuk mengabadikan wawasannya dalam bidang musik, al-Farabi menulis beberapa kitab khusus, salah satunya berjudul Kitabu al-Musiq al-Kabir. Kitab ini merupakan karyanya yang paling fenomenal.
Dalam kitabnya tersebut, al-Farabi memperkenalkan dan membahas tentang sistem pitch. Yakni perihal tinggi atau rendah nada dalam suatu bunyi dan getaran yang dihasilkan oleh instrumen maupun suara manusia. Semakin banyak getaran, maka nada yang akan dihasilkan akan semakin tinggi.
Selain hal tersebut, dalam Kitabu al-Musiq al-Kabir, al-Farabi juga menulis tentang daya magis musik yang mampu memengaruhi dan mengendalikan aktivitas emosi. Misalnya, ketika mendengar nada yang riang, pendengarnya akan cenderung merasakan hal serupa. Begitupun ketika terlantun nada yang sedih, pendengar secara tak sadar akan terbawa arus kesedihan.
Pengaruh karya al-Farabi berlangssung hingga abad ke-16. Kitab al-Musiq al-Kabir kemudian diterjemahkan oleh Ibn Aqnin (1160M-1226 M) ke dalam bahasa Ibrani. Sedangkan terjemahan dalam bahasa Latin diberi judul De Scientiis dan De Ortu Scientiarum.
Selain kedua tokoh tersebut, Islam masih memiliki nama penting yang mengembangkan seni musik. Misalnya, Abu Hamid al-Ghazali yang menyatakan bahwa musik dapat membantu seseorang meningkatkan perasaan religiusnya dan mengalami pengalaman mistik. Ada pula Jalaludin Rumi yang menyatakan bahwa musik merupakan media untuk mencapai penyatuan mistik dengan Tuhan. Ia bahkan memadukan musik dengan tari untuk mencapai pengalaman spiritual.
Para tokoh Muslim tersebut secara tak langsung menegaskan, musik bukan hanya sekadar hiburan. Musik pun dapat dimanfaatkan untuk berbagai kepentingan, seperti medis hingga media kontemplasi dan penyatuan dengan Tuhan.
Sampai disini, masihkah kita menjadi bagian yang mengharamkan segala musik ?