TIDAK ADA PEMIMPIN YANG MEMBELA AGAMA
T. Muhammad Jafar Sulaiman,
Abdillah Muhammad bin Al Ahmar keluar dari Istana dengan sangat terhina. Malam itu, Istana Alhambra di Granada yang 800 tahun dikuasai Muslim kembali kepangkuan Barat melalui tangan Raja Ferdinand dan Ratu Isabella, dua kerajaan yang sebelumnya selalu berseteru namun kemudian bersatu menyerang Andalusia. Dia tidak berperang dengan slogan sampai mati seperti yang diteriakkan Tariq bin Ziyad, namun menyerah dengan menandatangani perjanjian menyerah kepada Raja Ferdinand disebuah gereja seperti dikutip dari buku Runtuhnya Islam Spanyol karya David Nicolle.
Pemimpin terakhir Andalusia tersebut meninggalkan istana nan megah itu dengan hati berkecamuk, pedih dan pilu, dia menaiki bukit yang sangat tinggi, disini, dia menatap Istana dan menangis sejadi - jadinya sampai jenggotnya basah. Melihat hal itu, ibunya berkata : “ Menangislah! Menangislah seperti bukan seorang laki - laki! Karena kau tidak mampu menjaga kerajaanmu sebagaimana seorang laki-laki perkasa. Jalan itu kemudian dikenal dengan nama Puerto del suspiro del more (Jalan helaan nafas terakhir sang Moor).
Ada satu hal yang paling penting untuk dipahami dan dimengerti bahwa tidak ada Tuhan sama sekali dalam tangisan Al Ahmar tersebut. Tangisan Sultan terakhir Andalusia ketika memandang Alhamra itu bukanlah tangisan karena kecintaannya kepada Islam, atau tangisan karena hilangnya peradaban Islam dengan jatuhnya Granada, bukan juga tangisan karena hancurnya pustaka dan 400.000 buku didalmnya atau tangisan karena runtuhnya Islam sebagai rujukan peradaban dan pengetahuan dunia, tetapi dia menangis karena kehilangan kekuasaanya, kehilangan singgasana dan kehilangan seluruh harta kekayaannya yang dirampas karena kekalahan itu.
Granada, adalah wilayah terakhir yang tersisa dari kekuasaan Islam di Andalusia, setelah sebelumnya pada 1238 Masehi pasukan lawan mereka berhasil merebut Cordoba, diikuti Sevilla pada 1248 Masehi. Tinggal Granada yang masih bertahan saat itu. Pasukan Kristen merangsek memasuki kota itu. Mereka menerobos istana Al-Hamra, mencabut bendera kesultanan dan diganti dengan panji-panji kedua kerajaan.. Seluruh umat Muslim di Spanyol kemudian hanya diberi dua pilihan, memeluk Kristen atau pergi dari wilayah itu.
Saat itu, Andalusia menguasai wilayah 700 ribu kilometer persegi. Kalau pada masa sekarang Andalusia itu meliputi sebagian besar wilayah Spanyol, lalu seluruh wilayah portugis, dan sebagian besar wilayah Selatan Perancis. Islam pertama kali masuk ke Andalusia pada tahun 711 M melalui jalur Afrika Utara. Spanyol sebelum kedatangan Islam dikenal dengan nama Iberia/Asbania, kemudian disebut Andalusia. Ketika negeri subur itu dikuasai bangsa Vandal, dari perkataan Vandal inilah orang Arab menyebutnya Andalusia.
Ada beberapa catatan besar mengenai sebab keruntuhan peradaban Islam di Andalusia. Pertama, perpecahan umat Islam pada saat itu. Kedua, cinta dunia dan takut mati kaum muslimin khususnya anggota keluarga kerajaan Islam Andalusia. Ketiga, pengkhianatan yang dilakukan oleh dua orang Pangeran dan seorang ahli fikih. Saat itu, Andalusia memang terpecah menjadi 23 kerajaan – kerajaan kecil yang satu sama lain saling menikam dan membunuh, sehingga semakin memperlemah kekuatan. Tujuan mereka melakukan pengkhiatan dengan saling menikam adalah untuk menguasai yang lain, menguasai hartanya dan menguasai segala kemewahan yang ada. Benar kata Ibnu Khaldun, “ segala kemewahan adalah penghalang tertinggi bagi manusia untuk bersatu’.
Jatuhya Granada, jatuhnya Andalusia adalah sejarah masa lalu, yang sama sekali tidak ada hubungannya dengan kita yang hidup sekarang kecuali hanya sebagai sebuah sejarah dan khazanah pengetahuan semata. Spanyol yang dulu bernama Andalusia bukanlah milik Islam, jadi wajar saja jika dia kembali kepemilik asalnya. Ketika menyamakan bahwa kondisi yang terjadi 531 tahun lalu tersebut dengan kondisi di Indonesia saat ini adalah sebuah kekeliruan besar.
Satu hal jika ingin dipahami dengan besar hati oleh umat Islam bahwa dalam kekuasaan Islam di Andalusia, yang membuatnya besar adalah pengetahuan, bukan kekuasaan. Islam digunakan sebagai spirit bagi pengetahuan, bukan spirit bagi sentimen permusuhan Islam dan Kristen. Ketika kekuasaan melupakan dan meninggalkan pengetahuan dan hanya mengejar kemewahan maka itu sama dengan merobohkan pondasi kekuasaan yang telah ditopang oleh pengetahuan.
Jika ingin diambil sebagai sebuah perubahan revolusioner bagi manusia ada satu hal yang sangat penting bagi manusia yaitu manusia harus melepaskan diri dari segala kemelekatan. Cinta dunia dan takut mati adalah penyakit ketika manusia tidak mampu melepaskan segala kemelekatan dunia yang ada padanya. Sejatinya, tidak ada yang dipunyai manusia, kecuali bayangannya sendiri, itupun jika ada cahaya yang menyertainya, manusia tidak pernah punya kemampuan dan kuasa mempertahankan apapun. Ketika manusia merasa memiliki apapun, maka ketika yang dimiliki tersebut harus terenggut darinya, maka manusia tersebut akan menjadi manusia yang paling tersiksa didunia, tetapi ketika manusia tidak merasa memiliki apapun, ketika itu harus terenggut darinya, maka dia tetap akan menjadi manusia yang santai dan biasa saja.
Dalam sejarah manapun, tidak ada yang namanya pemimpin, kekuasaan, ataupun organisasi yang eksistensinya untuk membela agama tetapi hanya untuk materi, pengakuan dan untuk mendapatkan segala fasilitan dan kemewahan dan sejarah telah membuktikan itu hatta sejarah kejatuhan Andalusia sekalipun. Diantara sekian banyak manusia didunia ini, para sufi adalah insan yang telah mempraktekkan melepaskan dirinya dari segala kemelekatan dengan dunia, tentu maknanya bukanlah meninggalkan dunia, tetapi dunia dan segala isinya tidak masuk kehatinya dan tidak mempengaruhinya sama sekali.
Manusia harus memahami bahwa tidak ada yang abadi dan bisa dipertahankan oleh manusia, semuanya bisa hilang dan bisa runtuh, sejarah pasti terus berubah. Turki Utsmanipun tidak bisa dipertahankan, dia harus runtuh dan menjadi Republik Turki. Dulu, soviet begitu besar, sekarang pecah menjadi belasan negara. Yugoslavia dulu begitu besar dan kuat, tetapi harus menjadi beberapa negara. Timor Timur dulu adalah bagian dari Indonesia, sekarang sudah terlepas dan menjadi negara sendiri. Imperium Romawi, Persia, Inca, Maya bahkan Andalusia dulu adalah mercusur, sekarang hanya puing – puing dan reruntuhan. Zoroaster dulu adalah agama mayoritas, sekarang hanya menjadi minoritas. Bagaimana dengan agama-agama yang ada sekarang, mungkin saja semuanya akan berubah karena dunia terus berubah dan akan berubah, demikian halnya dengan kepemimpinan, dulu kerajaan, kemudian berbagai kerajaan runtuh dan kemudian menjadi republik, nanti akan menjadi kerajaan lagi dan bahkan bisa saja akan muncul kepemimpinan seperti kepemimpinan para nabi-nabi dulu, semuanya mungkin saja. Barangkali, bisa jadi dunia akan kita alami dan hidup seperti sekarang ini akan segera lenyap dan berganti dengan kehidupan baru. Semua akan berubah, yang abadi hanyalah cara manusia mencintai Tuhannya