KEBENARAN DAN KESELAMATAN MANUSIA ADA PADA TUHAN, BUKAN PADA AGAMAWAN

Tuhan adalah kebenaran mutlak dan absolut, dan karenanya, kepada manusia Tuhan memandu lansung kebenaran ini, melalui para nabi, melalui orang -orang suci dan melalui para Wali-Nya.  Sedangkan agamawan adalah kebenaran sepihak, kebenaran yang tidak dipandu Tuhan, karena jika agamawan dipandu oleh Tuhan, maka dia tidak akan mempermasalahkan kebenaran yang telah dijalani dan didapat oleh manusia, karena yang memandu manusia adalah lansung Tuhan sendiri, ketika agamawan mempermasalahkan ini, maka para agamawan telah mempermasalahkan kebenaran mutlak Tuhan. Apalagi mempermasalahkan kebenaran – kebenaran murni dari para Sufi. 

 

ada tiga Level kebenaran. Kebenaran objektif, kebenaran subjektif dan kebenaran yang diciptakan. kebenaran objektif adalah kebenaran yang sebenarnya, mutlak, absolut, tidak relative, tidak berubah, bisa didapat, dirasakan dan menetap dengan penuh. kebenaran subjektif adalah kebenaran relatif, kebenaran berdasarkan tujuan tertentu, kebenaran berdasarkan kepentingan tertentu, kebenaran berdasarkan tujuan tertentu. dan yang ketiga adalah kebenaran yang  tidak objektif dan bukan juga subjektif, tetapi kebenaran yang tidak ada dasarnya sama sekali, berdasarkan isu, berdasarkan omongan, berdasarkan desas desus, kebenaran dilevel ketiga ini, semuanya adalah hoax, dan yang sangat miris dan memilukan adalah, para agamawan berdiri dengan teguh dan mati-matian pada kebenaran dilevel ketiga ini, lalu berdasarkan data – data yang tidak pernah bisa dibuktikan tersebut, agamawan lalu mempertanyakan kebenaran yang sudah mutlak. Pertanyaan pentingnya adalah : bagaimana masa depan peradaban kita dengan modek ketika ini ? 


Source : Google 

Kebenaran yang sering digunakan agamawan tertentu adalah kebenaran yang sangat-sangat subjektif, kebenaran menurut pikirannya sendiri, kebeneran menurut egonya sendiri, apakah ego merasa punya massa, ego merasa punya kuasa. Pada titik ini, kebenaran  ini adalah kebenaran yang tidak murni, kebenaran penuh manipulasi, kebenaran yang dipakai dan digunakan  untuk tujuan dan kepentingannya sendiri dengan menyitir ayat – ayat suci, menggunakan lembaga – lembaga tertentu, seolah – olah untuk membela agama dan akidah, padahal tidak lebih untuk menundukkan siapapun agar beragama, berakidah harus dengan seizin agamawan tertentu. 

 

Lalu, bagaimana hukum akhlaknya, bagaimana hukum akalnya, bagaimana hukum adabnya, bagaimana hukum etika dan hukum moralnya, bagaimana hukum pertanggung jawabanya kepada Tuhan  ketika sebuah kebenaran sepihak, mempermasalahkan dan mempertanyakan  kebenaran mutlak ?

 

Tuhan itu membuka diri kepada siapapun manusia yang ingin selamat, yang ingin bertaubat, yang ingin dekat kepada Tuhan dengan sebenar-benarnya, dalam kondisi ini, maka siapapun tidak akan bisa menghalangi keinginan dan kemauan manusia – manusia ini untuk menemukan kebenaran, hatta agamawan sendiri. Seharusnya, ketika manusia – manusia telah menemukan kebenaran sejati,  kebenaran yang telah menetap dihati dan manusia telah meyakini bahwa jalan yang dijalani tersebut adalah jalan keselamatan dunia dan akhirat, seharunya para agamawan berbangga dan mendukung penuh atas apa yang telah dilakukan insan manusia ini,  artinya semakin banyak manusia berada dijalan ini, maka makin banyak yang selamat, sehingga beban para agamawan terhadap keberadaan umat berkurang, namun jika melakukan sebaliknya yaitu mempermasalahkan semua jalan yang telah dijalani ini, maka para agamawan tersebut tidak pernah menginginkan manusia itu selamat, dan hanya menginginkan agar manusia terus tersesat, tidak pernah selamat. ketika para agamawan mempermasalahkan ini, maka para agamawan telah berperan menghambat manusia – manusia untuk selamat dunia dan akhirat. 

 

“Agama itu adalah petunjuk hidup, maka beragama haruslah saling menghidupkan. Jika saling membunuh, mematikan, mempermasalahkan, menghambat manusia  dalam beragama, maka itu bukanlah menghidupkan agama, tetapi mematikan agama. Dalam narasi ini, maka agamawan yang selalu dan sering sekali mempertanyakan  sebuah kebenaran, mempermasalahkan sebuah kebenaran, yang telah benar- benar didapat dan dirasakan, maka dapat dikatakan bahwa itu bukanlah tindakan untuk menghidupkan agama. tetapi murni mematikan agama. 

 

Para agamawan itu adalah pemimpin yang seharusnya melayani masyarakat dengan baik, bukan membelah dan memecah masyarakat kedalam potensi konflik dengan selalu mempermasalahakan dan mempersoalkan khilafiah.  Dengan posisinya, seharusnya agamawan  bisa memainkan peran meningkatkan kesejahteraan semua lapisan masyarakat dengan menjalin kemitraan menyeluruh antara semua sektor, baik pemerintah maupun masyarakat, dengan tujuan agar masyarakat fokus pada kerja – kerja peningkatan kesejahteraan, memberi persfektif etika, membantu masyarakat memecahkan segala persoalan hidupnya yang terkait dengan kesejahteraan dan peningkatan ekonominya, mensinkronkannay dengan kekuatan akal budi dan pikiran manusia, dan tidak membawa manusia kedalam permasalahan -permasalah khilafiah, permasalahan – permasalahan akidah, yang sebenarnya tidak ada persoalan sama sekali, tetapi sengaja dibesr-besarkan dan dipermasalahkan dengan tujuan untuk menunjukkan superioritas otoritasnyaa, padahal otoritas kebenaran itu otoritas Tuhan, bukan otoritas agamawan, otoritas agamawan adalah membantu manusia meningkatkan kesejahteraannya dan tidak menggangu manusia dengan persoalan -persoalan yang membelah masyarakat. 

 

Ketika seorang agamawan iri, takut tersaingi, cemas dengan keberadaan sebuah komunitas tertentu,  keberadaan sebuah gerakan keagamaan tertentu, lalu keirian, ketakutan tersaingi itu diwujudkan dalam sebuah tindakan mempermasalahkan kebenaran sebuah komunitas tersebut dengan berbagai justifikasi apakah atas nama membela agama, membela akidah, dengan dalih merasa punya otoritas yang diberikan peraturan untuk mempermasalahkan, maka para agamawan itu bukanlah saling menghidupkan agama, tetapi saling mematikan agama. seharusnya, ketika keberadaan sebuah komunitas keagamaan tertentu berdekatan dengan lainnya, jika benar untuk menghidupkan agama, maka seharusnya mereka saling mensupport satu sama lain, itu baru namanya membela agama, baru namanya saling menghidupkan agama. 

 

 

 

Next Post Previous Post
No Comment
Add Comment
comment url

Baca Juga Tulisan Lainnya :