“TIDAK ADA PENGKHIANATAN DALAM POLITIK”




Source : Google 


T. Muhammad Jafar

Tidak ada yang paling abadi didunia ini kecuali perubahan dan tidak ada yang paling fana kecuali kemelekatan, demikian garis takdir dalam hidup manusia. Ketika manusia berpolitik, maka tidak ada yang paling abadi selain kepentingan dan tidak ada yang paling fana selain daripada janji. Oleh karena itu, agar manusia hidup sehat dan tetap baik dalam relasi sesama manusia,  maka dalam politik tidak boleh dan tidak pernah mengenal kata “pengkhianatan”, yang ada hanyalah memilih untuk berbeda pilihan, memilih untuk berbeda jalan, memilih untuk berbeda haluan, memilih untuk berbeda jalur. Basis politik adalah kepentingan, yaitu kepentingan tertentu yang dipercayakan kepada sosok tertentu, kepada kelompok tertentu atau kepada sebuah organ politik tertentu untuk diperjuangkan, untuk di penuhi dan diwujudkan, biasanya muaranya adalah kemakmuran dan kesejahteraan. Disini, tujuan politik yang etis adalah untuk kesejahteraan bersama dan tujuan politik yang tidak etis adalah untuk kesejahteraan kelompok tertentu saja. 

Politik adalah juga penanda bagi keberadaan manusia didunia, yang ditandai dengan kerja tiga elemen yang sangat penting yaitu pikiran/akal, semangat/keberanian dan keinginan berkuasa. Jika tanpa ketiganya maka jangan pernah coba berpolitik. Dalam pilkada Jakarta misalnya, Anis adalah contoh dari tidak adanya ketiga hal ini didalam dirinya. Anis punya akal dan pikiran, punya semangat untuk berkuasa, tetapi tidak pernah punya keberanian untuk menjadi anggota partai politik, tidak punya keberanian untuk mengusung ide perubahan yang paling mutakhir selain isu identitas dan merendahkan sosok manusia. Anis adalah  tipikal yang hanya mengambil posisi untuk menerima saja dengan santai semua kerja-kerja politik karena dia merasa besar dan merasa penting, sehingga akhirnya sekarang Anis sudah merasakan bahwa untuk bisa menenun Indonesia yang begitu luas adalah kerja kekuasaan politik, bukan kerja bahasa politik. Diluar itu, alam sepertinya juga memberi pelajaran kepada Anis agar setelah menjadi calon presiden untuk istirahat saja dan tidak lagi menjadi calon Gubernur. 

Bagi Socrates, politik tidak bisa dipisahkan oleh dua hal yaitu konflik dan Kerjasama. Ketika tidak bisa bekerjasama untuk sebuah kepentingan dan kemudian tercipta konflik, maka semuanya pasti akan beralih kepada yang. bisa bekerjasama untuk sebuah kepentingan. Semua aktifitas politik bisa dibaca pada dua aspek ini, yaitu konflik dan Kerjasama. Dalam menjalani kehidupan politik, dimana didalamnya bisa terbawa kedalam konflik atau Kerjasama, juga tidak ada yang namanya “pengkhianatan”. Ketika berkonflik dengan satu pihak dan bekerjasama dan menjadi bagian dari pihak lain, maka itu adalah bentuk konflik atau bentuk Kerjasama, bukan “pengkhianatan”. 

Bagi Plato, politik adalah juga sebuah seni untuk mempengaruhi orang lain dengan cara – cara yang baik, kebaikan dari Machiavelli yang menyataakn bahwa siapapun harus dipengaruhi dan harus dipaksa untuk tunduk bagaimanapun caranya, tentu ini adalah juga sebuah seni berpolitik yang kalau dibaca dalam konteks hari dengan seni berpolitik yang halus, tidak nampak maupun seni berpolitik yang vulgar, kasar dan sangat tampak. seturut dengan politik sebagai sebuah seni untuk mempengaruhi orang lain, Plato juga memfatwakan bahwa seorang politisi, atau sekelompok politisi seharusnya tidak hanya meyakinkan manusia dengan cara – cara yang sangat baik, namun juga berperan untuk memaksa warganya untuk menjadi lebih baik, mencoba membujuk warga negara dan memimpin mereka untuk melawan keinginan mereka yang tidak baik menuju apa yang dapat membuat mereka lebih baik. dititik ini, maka kekuasaan adalah untuk menegakkan kehidupan manusia menjadi lebih baik melalui jalan kesejahteraan, bukan untuk menegakkan agama melalui jalan penghukuman  demu peng hukuman. Jadi, jangan pernah percaya bahwa berpolitik untuk berkuasa dan dengan berkuasa itu untuk menegakkan agama, agama tidak pernah tegak dengan kekuasaan, agama tegak dengan otoritas agama yang tidak dipunyai kekuasaan, tetapi dipunyai secara mutlak oleh Tuhan. 

Kesejatian Politik 

Jika kita renungkan dalam – dalam, juga melihat realitas yang ada dihadapan kita sehari – hari, mulai dari level nasional sampai ke daerah, adalah sangat benar seperti yang  disabdakan Plato, bahwasanya, politik itu sejatinya adalah polis (negara), negaralah politik itu, politik itu adalah negara, negaralah yang berpolitik. Kekuasaan negaralah perwujudan tertinggi politik itu, kita pun bisa melihat dan merasakan juga tidak mengherankan ketika kita dapati dengan utuh, apa adanya dan tanpa metafor sedikitpun bahwa semua ingin berkuasa, semua ingin dekat dengan kekuasaan, semua bersatu bersama kekuasaan dan meninggalkan apapun yang dianggap melawan kekuasaan. Dalam semua arsiran kesejatian politik inilah satu sama lain saling meninggalkan, satu sama lain saling bersatu dan sekali lagi itu semua bukanlah pengkhianatan, tetapi saling mencari yang sama dan yang sejalan. 

Disini juga, apa yang dikatakan Michele Faucoult terbantahkan dengan tragis bahwa kekuasaan adalah “milik”, bukan “mekanisme”. Bagi Faucoult, kekuasaan adalah “mekanisme”, bukan “milik”, karena jika kekuasaan adalah milik, maka dia akan otoriter dan despotic, dan ketika kekuasaan menjadi “mekanisme”, maka semuanya akan demokratis, dan justru di Indonesia, yang terjadi adalah keduanya berjalan beriringan, kekuasaaan sebagai “milik” dan juga sebagai “mekanisme”, suatu praktek yang membantah semua teori politik yang paling mutakhir. 

Jika kita mengacu kepada China misalnya, China adalah sebuah negara otoriter yang menggunakan otoritariannya untuk memback up warganya, memback up industri – industri warganya, untuk memback up bisnis – bisnis yang dijalankan oleh warganya. Dalam prakteknya, kekuasaan adalah “milik” tunggal kekuasaan dan juga sebagai “mekanisme” untuk kesejahteraan warga negaranya. Indonesia mungkin masih tanggung dan belum seberani China, dan kita tidak tahu apakah akan mengarah kesana ? 

Baikkah Politik Itu ? 

Definisi seutuhnya manusia adalah, ketika manusia lahir, maka manusia terlalu tua untuk mati. Sejak dari lahir manusia telah mati ketika dia tidak bisa merasakan manfaat kesejahteraan dan kemakmuran dari negara atau dari kekuasaan dan ketika dewasa tidak bisa mengambil bagian untuk membantu mewujudkan kesejahteraan dan kemakmuran dengan segala sumber daya yang dimiliknya dan tidak bisa membuat negara mewujudkan kesejahteraan dan kemakmuran bagi warga negaranya. 

Dibatas inilah, politik itu bisa menjadi baik, ketika dia menjadi sebuah kekuasaan yang bisa membantu banyak orang. Jika kita umpamakan ada seorang orang kaya yang dengan kekayaannya bisa membantu menyantuni katakanlah 1000 orang, maka dengan sebuah kebijakan dari kekuasaan negara dapat membantu menyantuni 100.000 bahkan 1 juta orang, inilah sebuah kebaikan politik. 

Politik itu juga bisa menjadi baik ketika dia memfasilitasi untuk menumbuh kembangkan akal manusia, memberi ruang yang besar dan memberi kebebasan yang besar bagi manusia untuk melahirkan karya-karya kebudayaan dan karya-karya seni yang spektakuler,  membebaskan tubuh manusia dari penjara-penjara pendisiplinan yang tidak berguna dan berlebihan, menjaga tubuh dan jiwa manusia dari penghukuman dengan pemberdayaan yang bermartabat dan tidak pernah memilah milah manusia pada persoalan – persoalan moral, antara surga dan neraka, antara syariat dan anti syariat dan antara kebebasan dan pembatasan. 

Semoga kekuasaan  dimanapun dapat mewujudkan ini sesegera mungkin dan secepat – cepatnya dan tidak pernah ada pengkhianatan untuk sebuah perubahan, namun sebuah perubahan adakalanya memakan anaknya sendiri. 










Next Post Previous Post
No Comment
Add Comment
comment url

Baca Juga Tulisan Lainnya :